
Tax Amnesty atau pengampunan pajak merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia guna memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan serta membayar uang tebusan dengan imbalan penghapusan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Setelah program Tax Amnesty Jilid 1 di tahun 2016-2017 dan Tax Amnesty Jilid 2 di tahun 2022, pada November 2024, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Tax Amnesty masuk Prioritas Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2025. Pemerintah menilai bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, rencana ini menuai pro dan kontra dari para pemangku kebijakan dan Masyarakat terutama terkait dampaknya terhadap keadilan pajak serta efektivitasnya dalam meningkatkan basis pajak.
Rekam Jejak Tax Amnesty di Indonesia
Tax Amnesty Jilid 1 (Tahun 2016-2017)
- Didasarkan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
- Meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp135 triliun dan deklarasi harta sebesar Rp4.881 triliun (Kementerian Keuangan, 2017).
- Berfokus pada repatriasi dana dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.
Tax Amnesty Jilid 2 — Program Pengungkapan Sukarela (PPS) (Tahun 2022)
- Diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakn No. 7 Tahun 2021
- Menghasilan penerimaan pajak sebesar Rp61 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan Tax Amnesty Jilid 1 (Direktorat Jenderal Pajak, 2022)
- Tujuan utamanya adalah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dan mengungkapkan asset yang belum tercatat secara sukarela sebelum system pajak berbasis Core Tax System.Mekanisme Tax Amnesty Jilid 3: Apa yang Berbeda?
Dari kedua program sebelumnya, terlihat bahwa efektivitas tax amnesty dalam jangka panjang masih dipertanyakan. Oleh karena itu, kebijakan Jilid 3 harus disertai dengan reformasi administrasi perpajakan yang lebih ketat agar tidak sekadar menjadi siklus pengampunan berkala.
Mekanisme Tax Amnesty Jilid 3: Apa yang Berbeda?
Program ini kemungkinan akan menargetkan Wajib Pajak yang belum melaporkan asetnya dalam SPT Tahunan, baik di dalam maupun luar negeri. Pemerintah diperkirakan akan menawarkan insentif bagi mereka yang bersedia melakukan repatriasi dana ke Indonesia. Tarif yang diterapkan dalam tax amnesty terbaru ini kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan sanksi normal yang berlaku dalam sistem perpajakan, namun tetap lebih tinggi dibandingkan program tax amnesty sebelumnya. Insentif yang diberikan meliputi penghapusan sanksi administrasi dan pidana pajak bagi peserta program. Sebagai bentuk penegakan hukum, bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti program dan kemudian terbukti menyembunyikan aset, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan.
Dampak dan Manfaat yang Diharapkan
Dari sisi negara, penerapan tax amnesty ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, sehingga membantu mengurangi defisit anggaran negara. Selain itu, pemerintah juga menargetkan penguatan basis data perpajakan dengan dukungan Core Tax System, sebuah sistem administrasi pajak berbasis digital yang memungkinkan pengawasan lebih ketat terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Bagi Wajib Pajak, program ini memberikan kesempatan untuk memperbaiki kepatuhan perpajakan mereka tanpa dikenakan sanksi yang berat. Hal ini akan menciptakan kepastian hukum bagi mereka yang sebelumnya menghadapi ketidakpastian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelaporan pajak. Dari perspektif perekonomian, repatriasi modal yang diharapkan dari program ini bisa mendorong investasi domestik dan memperkuat stabilitas ekonomi nasional.
Tantangan dan Kritik terhadap Tax Amnesty Jilid 3
- Ketimpangan Keadilan Pajak: Wajib Pajak yang selama ini patuh merasa dirugikan karena mereka telah memenuhi kewajiban pajaknya, sementara pengemplang pajak justru mendapatkan insentif dalam bentuk penghapusan sanksi.
- Moral Hazard: Ada risiko bahwa kebijakan ini akan mendorong perilaku oportunistik, di mana Wajib Pajak lebih memilih menunggu tax amnesty berikutnya daripada membayar pajak tepat waktu.
- Efektivitas Jangka Panjang Dipertanyakan: Berdasarkan data dari program tax amnesty sebelumnya, banyak Wajib Pajak yang tetap tidak patuh setelah periode pengampunan berakhir.
- Pentingnya Reformasi Administrasi Pajak: Jika tax amnesty tidak diikuti dengan reformasi sistem perpajakan yang lebih ketat, kemungkinan besar hasilnya tidak akan berbeda jauh dari tax amnesty sebelumnya.
- Penguatan Pengawasan: Implementasi Core Tax System dan kerja sama internasional dalam pertukaran informasi pajak melalui Automatic Exchange of Information (AEOI) menjadi langkah krusial untuk memastikan bahwa tax amnesty tidak lagi menjadi siklus pengampunan yang terus berulang.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Tax Amnesty Jilid 3 dapat menjadi solusi strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak, namun harus diikuti dengan reformasi yang lebih tegas agar tidak hanya menjadi kebijakan yang berulang tanpa efek jangka panjang. Pemerintah harus memastikan bahwa setelah program ini berakhir, sanksi yang lebih berat diterapkan bagi pengemplang pajak untuk mencegah kebiasaan mengandalkan tax amnesty. Penguatan sistem administrasi perpajakan melalui Core Tax System juga perlu dioptimalkan agar pengawasan pajak berbasis data dapat dilakukan dengan lebih efektif. Selain itu, edukasi dan transparansi kepada Wajib Pajak harus terus ditingkatkan, sehingga mereka memahami pentingnya kepatuhan pajak tanpa harus menunggu program tax amnesty berikutnya.
Sumber: Kompasiana
Kategori:2025
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
DPR Pastikan Tax Amnesty Jilid III Tak Berlaku Tahun Ini
Tax Amnesty Jilid III Kembali Dicanangkan, Antara Keberhasilan atau Kegagalan yang Dikhawatirkan
Helena Lim Akan Kasasi Kasus Timah, Sudah Tax Amnesty Jadi Salah Satu Alasan
Tinggalkan komentar