JAKARTA – Pemerintah menyiapkan dua opsi fiskal dalam mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Pertama, jika Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty berlaku. Kedua, jika RUU tersebut batal dijalankan pada tahun ini.
Dua opsi fiskal ini disiapkan karena hingga kini pembahasan RUU pengampunan pajak masih menggantung. Apalagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kian kuat untuk menunda pembahasan RUU ini.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan beberapa skenario APBN-P 2016 dengan atau tanpa kebijakan tax amnesty.
Untuk opsi tanpa tax amnesty, solusinya adalah pemangkasan belanja. Pilihan lainnya adalah menambah besaran utang pembiayaan.
Utang menjadi pilihan, karena tanpa tax amnesty otomatis defisit anggaran akan lebih besar dari target. “Semua dipertimbangkan,” kata Bambang, Sabtu (27/2).
Bambang mengatakan, scenario untuk menambah besaran utang adalah opsi terakhir yang akan diambil untuk menyesuaikan minimnya penerimaan Negara tanpa kebijakan tax amnesty.
Paling lambat Juli
Dalam APBN 2016, pemerintah mentargetkan pendapatan Negara Rp 1.822,5 triliun. Pendapatan terbesar didapatkan dari pajak sebesar Rp 1.368 triliun. Sementara belanja Negara Rp 2.095,7 triliun. Sehingga akan terjadi defisit sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,15% dari produk domestik bruto (PDB).
Di depan Badan Anggaran DPR pertengahan Februari 2016, Bambang mengatakan, penerimaan pajak nonmigas tahun ini idealnya tumbuh 13% dibanding realisasi tahun lalu yang sebesar Rp 1.011,1 triliun. Dengan begitu, target penerimaan pajak nonmigas di APBN 2016 akan shortfall hingga Rp 200 triliun.
Di sisi lain, penerimaan Negara dari sektor migas, yakni pajak penghasilan (PPh) migas dan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) diproyeksikan juga tidak akan mencapai target. Dengan asumsi harga minyak mentah turun hingga US$ 30 per barel, penerimaan pajak migas dan PNBP akan shortfall Rp 90 triliun. “Shortfall Rp 290 triliun itu kemungkinan yang terburuk,” ujar Bambang.
Asumsi-asumsi tersebut tanpa memperhitungkan potensi penerimaan tax amnesty. Sebelumnya pemerintah menghitung potensi penerimaan pajak Rp 60 triliun-Rp100 triliun dari kebijakan ini. Oleh karena itulah pemerintah bersikeras menungu calon beleid tersebut berlaku.
Bambang optimistis sekalipun baru bisa diterapkan di semester kedua 2016, kebijaan tax amnesty masih efektif mendongkrak penerimaan. Sebab itulah dia memundurkan pembahasan APBN-P 2016 hingga awal semester II, dari sebelumnya Maret. “Paling lambat Juli,” tambahnya.
Ekonom BCA David Sumual bilang, pemerintah seharusnya tidak terlalu berharap dari tax amnesty. Sebab, tax amnesty lebih bertujuan memperluas basis pajak sehingga berdampak terhadap penerimaan pajak ke depan. “Apalagi masih simpang siur, ketidakpastian relative besar dan mengandung politik,” katanya. Dengan atau tanpa tax amnesty APBN 2016 harus direvisi karena target pajak terlalu tinggi dan asumsi harga minyak tidak realistis.
Dia berharap revisi APBN 2016 tidak terlalu lama. “Paling lama Juli. Sebab kalau lama nanti ada program yang ditunda padahal sudah berjalan,” tambah David.
Sumber: KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar