Dua Kado bagi Bujet Pemerintah

APBN-P 2016 dinilai belum realistis dengan kondisi ekonomi saat ini

JAKARTA. Pemerintah mendapat dua kado spesial dari parlemen di Juni ini. Yakni sahnya dua Undang-Undang (UU) yakni UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty serta UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.

Tercatat, sepuluh fraksi yang hadir dalam rapat paripurna yang berlangsung kemarin (28/6), sepakat menyetujui APBNP 2016 disahkan jadi UU. Sedang di pengesahan UU Pengampunan Pajak, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Demokrat, Fraksi PDI-P memberikan catatan. “Kami hanya ingin beberapa pasal diubah, tapi prinsipnya setuju,” tandas Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam.

UU Pengampunan Pajak dan UU APBNP 2016 tahun ini sangat krusial bagi kocek pemerintah. Di atas kertas, pemerintah kini memiliki beleid baru untuk menjalankan anggaran demi menggerakkan ekonomi yang tengah lesu.

Toh ini tak menyurutkan kekhawatiran pasar atas postur anggaran perubahan 2016 ini. Para analis dan ekonom yang sepakat : revisi anggaran 2016 belum realistis dengan kondisi ekonomi saat ini.

Risiko terbesar dari sisi penerimaan negara. Ekonom ragu, pertama, dengan target penerimaan dari pengampunan pajak yang diprediksi bisa meraup Rp 165 triliun. Target itu dinilai ketinggian lantaran basis data yang dimiliki pemerintah belum kuat.

Kedua, efek keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) diyakini akan mengganggu pemulihan ekonomi global. Jika berkepanjangan, ini bisa membuat meriang ekonomi dunia, khususnya negara mitra dagang Indonesia. Efeknya, target penerimaan pajak bisa tambah loyo karena dunia usaha kurang tenaga. Menggantungkan penerimaan dari ekspor komoditas juga sulit.

Padahal, dalam APBN-P 2016 pemerintah mematok penerimaan pajak Rp 1.347,78 triliun. Yang terdiri dari PPh Rp 855,84 triliun, PPN Rp 474,23 triliun dan PBB Rp 17,71 triliun.

Dengan berbagai proyeksi itu pula, target ekonomi bisa tumbuh 5,2% dianggap terlalu optimis. “Tumbuh di atas 5% cukup sulit dengan kondisi saat ini,” ujar Lana Soelistyaningsih, Ekonom Samuel Asset Manajemen. Apalagi, jika daya beli masyarakat tetap lesu, tanpa ada amunisi.

Hanya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yakin anggaran kali ini lebih realistis. Perubahan asumsi rata-rata harga minyak dalam negeri atau Indonesia Crude Price (ICP) yang kini jadi US$ 40 per barel serta lifting bisa membuat penerimaan negara dari sektor ini Rp 57 triliun.

Masalahnya, cukupkah ini mendorong ekonomi kita, di tengah lambatnya pulihnya ekonomi global. Ini bakal menjadi tantangan serius dari Pemerintah Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sumber: Tabloid Kontan 29 Juni 2016

Penulis: Asep Munazat Zatnika

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com

 

 



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar