
Pemerintah tidak butuh Perppu karena defisit tak akan lewat 3%
Idul fitri sudah berlalu. Ribut – rebut kenaikan harga barang dan kemacetan mudik padam sudah. Tapi pemerintah rupanya masih pening. Maklum, sehari Lebaran lalu keluar angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN – P) 2016 per akhir Juni. Yang bikin tujuh keliling: defisit, meningkat tajam dalam satu bulan terakhir.
Hingga akhir Juni 2016, realisasi defisit APBN – P mencapai Rp 230,7 triliun, naik sekitar 21,9% dibanding defisit pada akhir Mei 2016. Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, defisit melejit karena hingga akhir Juni 2016, realisasi penerimaan Negara baru mencapati sekitar Rp 634,7 triliun. Jumlah itu baru mencapai sekitar 35% dari target APBN- P 2016 yang sebesar Rp 1.786,2 triliun.
Adapun realisasi belanja Negara semester pertama tahun ini mencapai Rp 865,4 triliun. Jumlah tersebut mencapai sekitar 42% dari pagu belanja Negara tahun ini yang Rp 2.082,9 triliun. Karena itu, defisit anggaran semester I 2016 mencapai Rp 230,7 triliun atau 1,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Akhir Mei 2016 lalu, defisit anggaran masih Rp 189,1 triliun atau 1,4% dari PDB. Sedangkan kalau dibandingkan defisit APBN – P di periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 84,3 triliun atau hanya sekitar 0,73% dari PDB, maka jumlah defisit ini sudah melejit hingga 173%. Sungguh peningkatan yang sangat fantastis!
Meski defisit hanya Rp 84,3 triliun di semester I 2015, nyatanya di akhir 2015, realisasi defisit membengkak jadi Rp 318,5 triliun atau mencapat 2,8% dari PDB. Jumlah itu jauh melebihi target defisit APBN – P 2015 yang mencapai Rp 222,5 triliun. Pertanyaannya, kalau defisit semester I 2015 yang Rp 84,3 triliun membengkak jadi Rp 318,5 triliun, lantas berapa defisit akhir 2016 jika di semester I saja sudah Rp 230,7 triliun?
Jangan lupa, Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi defisit APBN maksimal 3% dari PDB. Dengan kata lain, pemerintah harus mengerem defisit agar tidak melanggar UU. Sebab, dengan realisasi defisit mencapai 1,8% dari PDB di semester I 2016, atau lebih dari separuh batas defisit, defisit APBN – P 2016 berpotensi besar menyundul melewati batas 3%.
Besar pasak dari tiang
Pertanyaannya tentu, sampai sejauh mana kemungkinan realisasi defisit APBN – P tahun ini bakal melampaui ketentuan dalam UU Keuangan Negara? Untuk menjawabnya, pertama, harus dicari tahu dulu penyebab defisit anggaran begitu lebar di semester 1 ini.
Menurut Bambang, realisasi defisit APBN – P di semester 1 2016 in begitu menganga karena realisasi penerimaan Negara jauh di bawah belanja Negara. Atau, besarnya pasak jauh di atas tiang. Sampai akhir Juni lalu, penerimaan Negara baru sekitar Rp 634,7 triliun.
Rinciannya, penerimaan dari pajak dan bea cukai di semester 1 mencapai Rp 522,6 triliun. “Ini baru sekitar 34% dari target tahun ini,” ujar dia. Sementara realisasi pendapatan Negara bukan pajak (PNBP) akhir Juni 2016 mencapai Rp 112, 1 triliun.
Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan Negara di semester I 2015 lalu Rp 667,9 triliun atau 37,9% dari target. Kalau melihat angka ini, meski realisasi semester 1 tahun ini turun, tetapi sebenarnya penurunannya tidak jauh-jauh amet. Lantas mengapa defisit begitu besar? “ Jawabannya ada pada realisasi belanja Negara semester ini,” kata Bambang.
Belanja Negara pada semester 1 ini sudah mencapai Rp 865,4 triliun, jauh di atas realisasi berlanja tahun lalu yang mencapai Rp 752,2 triliun atau meningkat sekitar Rp 113 triliun. Secara persentase, belanja tahun ini sudah mencapai 41,5% dari target APBN-P 2016. Angka ini jauh lebih besar dari pada realisasi periode yang sama tahun lalu yang sebesar 37,9% dari target APBN – 2015.
Kalau dirinci, belanja kementerian /lembaga (K/L) sudah mencapai Rp 262,8 triliun atau lebih tinggi sekitar Rp 67 triliun dibanding belanja K/L tahun lalu yang sekitar Rp 135,9 triliun. Sementara belanja non K/L sebesar Rp 218,5 triliun turun dibandingkan nilai tahun lalu, yaitu Rp 222,2 triliun. Begitu juga realisasi subsidi yang turun dari Rp 90 triliun di semester 1 2015 menjadi Rp 72,3 triliun.
Pos belanja yang mengalami peningkatan adalah transfer ke daerah yang mencapai Rp 384 triliun atau mencapai 49,5% dari pagu APBN – P. “Ini Rp 50 triliun lebih tinggi daripada realisasi transfer ke daerah tahun lalu yang sebesar Rp 334,7 triliun,” katanya. Pos lain yang meningkat adalah pembayaran bunga utang yang naik dari Rp 73 triliun di 2015 menjadi Rp 87 triliun di semester 1 tahun ini.
Dengan kata lain, realisasi belanja memang lebih besar di banding tahun lalu dan peningkatannya juga lebih tinggi dari realisasi penerimaan.
Pertanyaan selanjutnya sejauh mana pembengkakan defisit APBN – P ini akan terus berlanjut di semester kedua dan sejauh mana kemungkinan realisasi defisit APBN – P tahun ini bakal melampaui ketentuan dalam UU Keuangan Negara?
Menurut Bambang, kondisi ekonomi global belum akan kondusif. Terbukti semua lembaga ekonomi internasional memangkas estimasi pertumbuhan global. Tiongkok, partner dagang terbesar kita, masih mengalami kelesuan ekonomi. Artinya, harga komoditas global yang menyumbang besar terhadap nilai ekspor kita, secara umum masih akan rendah.
Maknanya, pemerintah masih berkepentingan untuk menggenjot realisasi belanja Negara. Realisasi belanja yang sekarang sudah mencapai di kisaran 40% bak terus digenjot sehingga mencapai hamper 100% dari pagu anggaran. Kalau melihat prestasi realisasi belanja sampai akhir Juni lalum ada potens kuat realisasi belanja sampai akhir 2016 bisa mencapai melebihi 95% dari pagu.
Masalahnya, penerimaan Negara masih jauh dari target. Dengan penerimaan Negara yang baru sekitar Rp 634,7 triliun akhir Juni lalu, pemerintah harus mengejar tambahan penerimaan sebesar Rp 1.151,5 triliun atau sebanyak 65% dari target penerimaan APBN – P 2016.
Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan Negara di semester I 2015 lalu mencapai Rp 667,9 triliun atau 37,9% dari target. Di akhir 2015, realisasi mencapai Rp 1.491,5 triliun atau mencapai 84,7% dari target APBN – P 2015. Artinya, kemungkinan realisasi penerimaan Negara di akhir 2016 hanya mencapai 1,2 kali lipat dari penerimaan di semester 1 atau hanya sekitar 79,2% dari target APBN – P 2016 yang sebesar Rp 1.786,2 triliun. Kalau sudah begitu, defisit bisa dipastikan membengkak melewati batas 3% dari PDB.
Cuma, pemerintah tak khawatir. Sebab, ada program pengampunan pajak (tax amnesty) yang diharapakan menyetor penerimaan Rp 165 triliun. Bambang percaya, program yang UU-nya baru disahkan menjelang Lebaran kemarin itu tak hanya akan menyumbang pundi penerimaan tetapi juga mengerek pertumbuhan lantaran investasi yang masih dari repatriasi dana di luar negeri dan maraknya minat investor.
Makanya, Bambang yakin tak memerlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu) untuk mengatasi potensi melanggar UU akibat defisit APBN-P yang di atas %. Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah juga menilai, ada potensi tambahan pendapatan dari kenaikan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dari US$ 35 per barel menjadi US$ 40 per barel. Kalau memang naik, pendapatan Negara bisa bertambah Rp 52,3 triliun.
Persoalannya, mengharapkan tambahan pemasukan dari tax amnesty dan kenaikan harga minyak sesungguhnya merupakan pertaruhan yang besar bagi APBN-P tahun ini. Kabar baiknya, menurut Kementerian Keuangan, jumlah net buy asing di surat berharga Negara (SBN) sepanjang Juni 2016 lalu mencapai Rp 28,44 triliun.
Akhir Mei 2016 lalu, dana asing yang parkir SBN senilai Rp 621,96 tiliun. Nilai tersebut naik menjadi Rp 650,4 trliun pada 12 Juli 2016. Adapun sepanjang 2016 net buy asing di SBN mencapai Rp 91,88 triliun dibandingkan posisi akhir 2015 yang sekitar Rp 558,52 triliun.
Sementara porsi asing di obligasi korporasi naik tipis Rp 659 miliar dari akhir Mei yang sekitar Rp 17,54 triliun menjadi Rp 18,2 triliun di akhir Juni. Menurut Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nicodemus, ini terjadi karena UU tax amnesty memicu optimisme investor pasar modal. Mudah-mudahan saja skenario mengandalkan tax amnesty ini menuai hasil.
Sumber : Tabloid Kontan 25-31 Juli 2016
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar