
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak resmi masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memasukkan RUU Pengampunan Pajak memberi sinyal bahwa pemerintah berencana menggelar program Tax Amnesty Jilid III.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) Dwi Astuti pun memberikan tanggapan mengenai rencana tersebut.
Namun, pihaknya belum bisa memberikan pernyataan detail mengenai masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas Prioritas.
“Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami sedang mendalami rencana tersebut,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/11/2024).
Tax amnesty adalah program penghapusan pajak dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.
Melalui program ini, wajib pajak yang tidak membayar pajak “diampuni” dan tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan maupun sanksi pidana perpajakan.
Pemberlakukan tax amnesty di Indonesia juga dinilai bisa menjadi opsi untuk menarik uang dari para wajib pajak yang disinyalir menyimpan kekayaan di luar negeri, terutama di negara-negara bebas pajak.
Tax Amnesty Jilid III perlu dibahas bersama Kemenkeu
RUU Pengampunan Pajak sendiri merupakan rancangan undang-undang usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Dalam rapat pembahasan pada Senin (18/11/2024), beberapa anggota Baleg sempat mempertanyakan alasan mengapa RUU ini tidak diajukan sebagai usulan pemerintah.
Dengan dimasukkannya RUU Pengampunan Pajak ke daftar prolegnas prioritas, pembahasan mengenai rancangan undang-undangan ini akan segera dilakukan pada 2025.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, usulan RUU Pengampunan Pajak masih pada tahap awal, sehingga masih perlu dilakukan pembahasan.
Termasuk, kata dia, pembahasan lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan terkait mekanisme pelaksanaannya.
“Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ucapnya, dilansir dari Kompas.com, Rabu (20/11/2024).
Saat pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo, pemerintah menggelar program tax amnesty pertama pada 2016 dan tax Amnesty kedua dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022.
Pemerintahan saat itu juga sempat menyatakan tidak akan lagi memberlakukan pengampunan pajak.
Namun, Misbakhun mengungkapkan, usulan RUU Tax Amnesty kali ini bertujuan untuk mendukung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
“Visi-misi pemerintahan yang baru tentu kita harus amankan. Kalau memang ada tax amnesty ya kita harus ada,” ujarnya.
Dia memastikan, tax amnesty kali ini dilakukan dengan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh, sehingga tidak akan mencederai kepatuhan wajib pajak.
Seiring dengan hal itu, pemerintah dalam melaksanakan tax amnesty pun harus berkaca dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.
“Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” kata dia.
Dampak tax amnesty berjilid-jilid
Sementara itu, konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai, pengampunan pajak yang dilaksanakan berulang kali dapat merusak fondasi kepatuhan pajak.
Berbagai kajian ilmiah dan akademik menunjukkan, kebijakan ini dapat menurunkan rasa kewajiban wajib pajak untuk patuh membayar pajak secara reguler.
“Secara kajian akademis, pengampunan pajak yang dilakukan berkali-kali memang berdampak negatif bagi kepatuhan pajak,” katanya kepada Kontan, Selasa.
Pengampunan pajak yang diberikan secara berulang juga berpotensi menciptakan persepsi yang keliru di kalangan wajib pajak.
Raden bercerita tentang pengalamannya menangani klien yang memiliki persepsi salah terkait kewajiban pajak.
Klien tersebut mengira, kewajiban untuk melaporkan pajak hanya berlaku setiap lima tahun sekali.
Pasalnya, selama ini dia hanya dihubungi oleh Account Representative (AR) dari Ditjen Pajak pada momen-momen tertentu, yakni saat ada pengampunan pajak atau PPS.
“Dia kaget ketika belum lima tahun, yaitu 2024 sudah dipanggil lagi karena tidak lapor SPT Tahunan,” tutur Raden.
Sumber: kompas.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:2025
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
DPR Pastikan Tax Amnesty Jilid III Tak Berlaku Tahun Ini
Tax Amnesty Jilid III Kembali Dicanangkan, Antara Keberhasilan atau Kegagalan yang Dikhawatirkan
Tax Amnesty Jilid 3: Solusi atau Karpet Merah Bagi Pengemplang Pajak?
Tinggalkan komentar