Pemerintah Beri Pengampunan Pajak, Haruskah Sekarang?

taxes

Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty menjadi kebutuhan untuk Indonesia. Di samping untuk menambah penerimaan negara, kebijakan tersebut akan mendorong perekonomian menjadi lebih bergairah.

Dalam waktu dekat, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak akan dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apakah kebijakan tax amnesty ini mendesak?

Pengamat pajak, Darussalam menjelaskan pengampunan pajak merupakan hal umum yang dilakukan di banyak negara di dunia. Mulai dari negara berkembang seperti India sampai negara maju seperti Italia, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat (AS).

“AS, lebih dari 40 negara bagian melakukan tax amnesty. Ini menunjukkan tax amnesty merupakan hal yang wajar sebagai suatu kebijakan pajak,” ujarnya kepada detikFinance, Minggu (21/2/2016).

Pemberlakuan kebijakan tersebut tidak lepas dari rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak pada suatu negara. Seperti Indonesia, tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) sangat rendah. Tercatat pada 2010 hanya sebesar 58%, 2011 sebesar 53%, 2012 sebesar 41%, dan 2013 sebesar 37% dari Wajib Pajak (WP) yang menyerahkan SPT.

Ini akan terbagi lagi dalam SPT yang disampaikan secara benar dan salah.

“Jadi urgensi tax amnesty adalah membangun babak baru sistem perpajakan Indonesia yang tujuannya untuk membangun kepatuhan wajib pajak yang ujung-ujungnya untuk meningkatkan penerimaan pajak,” paparnya.

Darussalam memperkirakan masih ada 63% WP yang tidak patuh di dalam negeri. Dengan pengampunan pajak, diharapkan kelompok tersebut dapat menjadi basis pajak yang baru dan ke depan berjalan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo menegaskan bahwa sekarang merupakan waktu yang paling ideal untuk memberlakukan pengampunan pajak. Dikarenakan wacana muncul sudah sejak tahun lalu, dan tidak mungkin untuk dibatalkan.

“Kita sudah mewacanakan ini sejak pertengahan 2015 dan kini dalam posisi point of no return atau tak bisa kembali. Karena jika batal akan meruntuhkan kepercayaan Wajib Pajak pada pemerintah dan menciptakan ketidakpastian,” kata Prastowo.

Apalagi pada 2018 akan diberlakukan Automatic Exchange of Information (AEoI), di mana semua negara akan membuka informasi untuk kebutuhan pajak. Pada sisi lain, Pemerintah butuh tambahan penerimaan untuk mengejar target Rp 1.360 triliun di 2016.

“Dalam jangka pendek, hanya tax amnesty yang mampu menyelamatkan sisi penerimaan negara karena kenaikan Rp 300 triliun jelas amat berat dicapai. Jika direvisi lagi dan tidak tercapai, akan berpengaruh pada sisi belanja, terutama program sosial,” terangnya.

Terhadap masyarakat kelas menengah bawah, dampaknya pasti dapat dirasakan. Bila penerimaan meningkat, artinya belanja pemerintah untuk membangun infrastruktur dapat terus ditingkatkan ke depannya.

“Masyarakat kecil juga mendapat manfaat karena bisa masuk ke sistem formal dan bisa mengakses layanan pemerintah, khususnya perbankan. Repatriasi dana akan memperkuat sistem perbankan dan menurunkan suku bunga,” pungkasnya.

Sumber: Detik

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar