Yayasan Satu Keadilan (YSK) bersama Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) menggugat Undang Undang Tax Amnesty (UU TA) atau Undang-Undang Pengampunan Pajak. YSK akan mengajukan judicial riview atau uji materi Undang Undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Penegasan ini dikemukakan Ketua YSK Sugeng Teguh Santoso yang juga Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kubu Dr Luhut Pangaribuan. “Kami akan daftarkan permohonan judicial review pada 11 Juli 2016 mendatang,” kata Sugeng di di Jakarta, Selasa (5/7/2016).
UU TA disahkan DPR RI pada Selasa (28/6/2016).Melalui undang-undang tersebut, para wajib pajak yang belum melaporkan pajaknya diberikan pengampunan tidak dipidana dan tidak didenda. Mereka diberi keringanan menebus kesalahan dengan tarif rendah. Tarif tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yakni tarif tebusan bagi usaha kecil menengah, bagi wajib pajak yang bersedia merepatriasi asetnya di luar negeri, serta deklarasi aset di luar negeri tanpa repatriasi.
Untuk wajib pajak usaha kecil menengah yang mengungkapkan harta sampai Rp10 miliar akan dikenai tarif tebusan sebesar 0,5%, sedangkan yang mengungkapkan lebih dari Rp 10 miliar dikenai 2%. Wajib pajak yang bersedia merepatriasi asetnya di luar negeri akan diberikan tarif tebusan sebesar 2% untuk Juli-September 2016, 3% untuk periode Oktober-Desember 2016, dan 5% untuk periode 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.
Sementara, wajib pajak yang mendeklarasikan asetnya di luar negeri tanpa repatriasi akan dikenai tarif 4% untuk periode Juli-September 2016, 6% untuk periode Oktober-Desember 2016, dan 10% untuk periode Januari-Maret 2017.
“Para pengemplang pajak jangan merasa aman dulu. Kami akan yakinkan MK bahwa langkah DPR mengesahkan UU TA bertentangan dengan UUD 1945, serta dilandaskan pada dasar hukum yang tidak adil,dan oleh sebab itu MK harus membatalkannya,” kata Sugeng.
Sugeng mengemukakan sedikitnya ada empat hal yang dikangkangi oleh UU TA. Pertama, Pasal 1 angka (1) dan pasal 2 Ayat (1) UU TA. Kedua pasal ini bertentangan dengan Pasal 23 huruf (A) UUD 1945 Amandement, sepanjang dimaknai penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi dan pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan.
Kedua, frase uang tebusan dalam pasal 1 angka (7) dalam UU TA bertentangan dengan Pasal 28 huruf (D) angka (1) UUD 1945, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Ketiga, frase pengampunan pajak sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka (1) serta Pasal 2 ayat (1) UU TA tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai penghapusan pajak ialah penghapusan pajak yang seharusnya terutang tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan.
Keempat, frase uang tebusan dalam Pasal 1 angka (7) UU TA tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang dimaknai uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak.
Selain itu, imbuh Sugeng, UU TA tersebut akan menjadi preseden buruk bagi wajib yang baik dan patuh bayar pajak untuk mengemplang pajak. “Asumsi mereka toh akhirnya akan ada UU TA,” kata Sugeng.
Sugeng menegaskan, pihaknya menyiapkan sejumlah pengacara menghadapi MK nanti.
Sumber: Harian Terbit
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak

Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar