Skenario awal, RUU Pengampunan Pajak selesai Juni 2016
Tarik ulur politis di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seputar pengampunan pajak, tax amnesty, akhirnya berujung pada “kemenangan” pemerintah. Semua fraksi, berbumbu catatan ini-itum setuju membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak.
Partai-partai yang selama ini kerap berseberangan dengan pemerintah juga menyalahkan lampu hijau pembahasan RUU ini. Benang merah pandangan seluruh fraksi saat rapat dengan Menkeu, 12 April 2016 lalu, adalah tax amnesty dinilai strategis dan dibutuhkan oleh pemerintah.
Meski demikian, kesepakatan itu masih mengandung prasyarat. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, misalnya, punya pandangan agak berbeda dengan fraksi lain. Anggota Komisi XI Ecky Awal Muharam menyebut, PKS meminta agar pembahasan RUU Pengampunan Pajak tersebut dilakukan bareng pembahasan revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). “Kami ingin menunggu pemerintah mengajukan revisi UU KUP,” kata Ecky.
Sedangkan fraksi-fraksi yang lain pada umumnya meminta rapat konsultasi lebih dulu dengan presiden. “Hasil konsultasi antara DPR dan presiden harus kami dapatkan sebelum menindaklanjuti RUU Pengampunan Pajak lebih lanjut,” kata I Gusti Agung Rai Wirajaya, anggota Komisi XI dari PDI Perjuangan.
Ketika membuka masa persidangan IV, 6 April 2016, Ketua DPR Ade Komarudin memastikan bahwa RUU ini akan dibahas dan diselesaikan dalam masa persidangan IV. Artinya, mengikuti masa persidangan yang biasanya berlangsung sekitar dua bulan, RUU Pengampunan Pajak bakal disahkan sekitar bulan Juni 2016.
Itu keinginan Ade. Tapi konstelasi politik di DPR teramat dinamis dan tak bisa dipastikan arahnya. Kita belum tahu kesediaan pemerintah memenuhi beberapa catatan tersebut.
Situasi semacam ini menimbulkan bermacam rumor, antara lain berkaitan dengan kabar rencana reshuffle kabinet. Sebagian partai konon menjadikan RUU Pengampunan Pajak sebagai alat tawar posisi di kabinet. “Itu hanya spekulasi dan ilusi. Ini barusan kami rapat. Kami hanya diberi tugas melakukan kajian secara kritis, mencari masukan dari banyak pihak, dan jangan mengorbankan aspek keadilan,” kata anggota Komisi XI, Hendrawan Supratikno, Kamis, 14 April 2016.
Kajian kritis terhadap RUU yang disodorkan pemerintah, misalnya, menyangkut ketiadaan sanksi bagi mereka yang tidak melaporkan dan melakukan repatriasi aset. “Juga tak ada insentif bagi mereka yang taat. Kalau diperinci banyak, bisa dua halaman,” imbuhnya.
Sarat nuansa politis
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memahami betul soal ini. Meski berharap RUU ini bisa secepat mungkin diundangkan, sejak awal ia menegaskan tak akan mempermasalahkan berbagai masukan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan DPR. “Pemerintah ingin secepat mungkin. Tapi juga ingin hasil undang-undangnya berkualitas,” ujarnya.
Banyak pihak menganggap pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang berlarut-larut bisa menyandera pemerintah. Maklum, tujuan jangka pendek tax amnesty adalah menambah penerimaan perpajakan tahun ini. Target penerimaan pajak Rp 1.360,1 triliun bakal kian sulit dikejar tanpa tax amnesty.
Pembayaran tebusan oleh wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak, kelak, diharapkan bisa memperbesar peluang pemerintah memenuhi target tersebut. Potensi perolehan pajak memang sangat besar apabila tax amnesty jadi dijalankan.
Menurut Bambang Brodjonegoro, data dari berbagai sumber yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan, banyak wajib pajak (WP) Indonesia menyembunyikan asetnya di berbagai negara dengan aturan pajak sangat ringan (tax haven). Ken Dwijugiasteadi menyebut terdapat 6.510 orang seperti itu.
Belum lagi, kalau dikaitkan dengan kepatuhan WP dalam melaporkan asetnya. Tahun 2015, terdapat 18 juta wajib pajak terdaftar yang memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Tapi cuma 10,9 juta WP yang menyampaikan SPT-nya. “Ini belum termasuk warga negara yang seharusnya memiliki nomor pokok wajib pajak,” kata Bambang.
Melihat betapa strategis UU Pengampunan Pajak ini bagi pemerintah, tak bisa dipungkiri tarik ulur pembahasan RUU ini di DPR sejak tahun lalu memang mengundang beragam spekulasi politis oleh public.
Sudah siap 100%
Seakan menepis anggapan ketergantungan pemerintah terhadap RUU ini, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengaku penerima pajak masih on the track. Dengan atau tanpa tax amnesty, Ken yakin penerimaan pajak tahun ini bisa optimal. Ia sudah menyiapkan berbagai jurus yang jitu. “Sudah ada plan A sampai plan Z, bahkan,” tukas Ken.
Meski demikian dia tidak menutupi kenyataan bahwa per Maret 2016 setoran Pajak Penghasilan (PPh) sektor minyak dan gas (migas) baru sekitar Rp 6 triliun, turun hampir 50% dibanding dengan Maret 2015. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor juga turun dari Rp 36 triliun menjadi Rp 30 triliun. PPN rokok turun hampir Rp 1 triliun sendiri karena cukai juga turun. “Tapi nanti pasti pulih. Pajak yang lain normal,” kata Ken.
Di sisi lain Ken juga menegaskan bahwa persiapan pihaknya untuk menerapkan pengampunan pajak sudah mantap. “Aparat kami siap, peralatan kami siap, ketentuan pelaksanaan juga sudah siap, bahwa formulir pun sudah ada. Kesiapan kami sudah 100%,” tandas Ken.
Kini masalahnya tinggal ikhlas atau enggak ikhlas.
Sumber: KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar