Kebijakan Singapura Bisa Jadi Batu Sandungan Keberhasilan Tax Amnesty

2

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat kebijakan Singapura dalam merespon kebijakan amnesti pajak yang baru saja diberlakukan Indonesia dapat menjadi hambatan keberhasilan pengampunan pajak. Menurutnya, pemerintah harus memanfaatkan momentum ini untuk segera melakukan langkah perbaikan yang nyata agar para peserta tax amnesty sesuai dengan target.

Yustinus mengatakan langkah yang diambil beberapa pihak di Singapura merupakan hal yang lumrah dan tidak melanggar hukum. “Negara mana pun tentu akan berupaya mempertahankan eksistensinya sebagai reaksi terhadap kebijakan negara lain yang berpotensi merugikan kepentingannya. Apa yang dilakukan Singapura bukanlah hal yang tiba-tiba dan reaktif,” kata Yustinus di Jakarta, Senin (25/7).

Selain itu, ia juga menambahkan pemerintah tidak perlu bereaksi emosional dan tidak terukur. “Justru upaya menjegal pelaksanaan amnesti pajak menjadi tantangan konkret bagi Pemerintah untuk menempatkan amnesti pajak dalam kerangka reformasi fiskal dan moneter yang komprehensif. Masih buruknya perencanaan dan tata kelola fiskal dan moneter kita merupakan insentif cuma-cuma yang kita berikan kepada negara lain untuk memfasilitasi dana milik warganegara Indonesia yang mencari kepastian dan kenyamanan,” katanya.

Di pihak lain, pernyataan dan penegasan Presiden Joko Widodo bahwa amnesti pajak berfokus pada repatriasi dana merupakan harga mati bagi kesuksesan program ini harus didukung komitmen dari seluruh institusi pemerintahan dan segenap rakyat Indonesia.

“Untuk itu, amnesti pajak harus dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan mudah, mudah, dan pasti. Peraturan turunan, standar pelayanan, teknis pelaksanaan, dan tindak lanjut harus dipastikan tersedia dengan baik. Segala bentuk penyimpangan tidak dapat ditolerir demi kredibilitas amnesti pajak,” katanya.

Ia juga mengimbau agar pemerintah harus segera merespon ini dengan merumuskan kebijakan taktis dan strategis. Hal yang jangka pendek dapat dilakukan adalah menerbitkan payung hukum yang memuat peta jalan reformasi hukum, fiskal dan moneter secara komprehensif, peningkatan kepastian hukum dan koordinasi antarlembaga penegak hukum, debirokratisasi, dan implementasi paket kebijakan ekonomi.

“Reformasi perpajakan yang memuat revisi UU Perpajakan yang lebih berkepastian dan berkeadilan, pembenahan administrasi perpajakan, peningkatan kompetensi dan integritas aparatur pajak, dan transformasi kelembagaan – harus segera mengiringi amnesti pajak,” kata Yustinus.

Kemudian, Yustinus menekankan agar pemerintah perlu menegaskan keberpihakan pada penguatan perbankan nasional. Untuk itu sudah layak dan sepantasnya amnesti pajak ini menjadi kesempatan untuk bank-bank BUMN ambil bagian yang utama dan pertama, sambil mereka diberi kesempatan berkembang dan kuat. “Jika kemudian bank-bank BUMN tidak sanggup menampung dan menyalurkan dana repatriasi, kesempatan dapat diberikan kepada Bank Swasta Nasional,” katanya.

Menurutnya, Jokowi juga perlu segera menginstruksikan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah, untuk menyesuaikan diri dan memfasilitasi proses investasi terutama di sektor riil yang berdampak luas. Soal kenyamanan wajib pajak merupakan tantangan dan seyogianya tidak menjadi hal yang dibesar-besarkan. Pengorbanan dan kemurahan hati Pemerintah sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk meminta fasilitas yang tidak pada tempatnya.

Menurut Yustinus masih ada hal yang belum terselesaikan dan ditunggu kepastiannya oleh masyarakat wajib pajak adalah koordinasi kelembagaan antara Pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kerahasiaan data amnesti dan LHKPN, dengan PPATK terkait kewajiban pelaporan transaksi dan pengenalan nasabah, dan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) terkait pengungkapan harta dalam rangka amnesti dan opini serta kewajiban pernyataan kembali oleh akuntan publik. Ia berpendapat tanpa memberi kepastian terkait tiga hal ini, amnesti pajak dikhawatirkan tidak akan optimal.

Untuk mengawal program amnesti pajak yang merupakan program penting pemerintah, Yustinus mengimbau  perlu segera dibentuk satuan tugas multipihak yang bersifat independen dan bebas intervensi. “Nantinya, satgas tersebut bertugas menerjemahkan visi presiden, mengawal pelaksanaan amnesti pajak, mencegah terjadinya moral hazard, memantau repatriasi dan investasi, dan memastikan agenda reformasi pajak dijalankan dengan baik sehingga pasca-amnesti sistem perpajakan baru telah siap dijalankan sehingga menjamin keberlanjutan penerimaan pajak bagi pembangunan,” katanya.

Sumber: GATRANEWS

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar