Polisi Dilarang Utak-atik Data Wajib Pajak

JAKARTA– Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengadakan pertemuan dan kemudian menggelar konferensi video dengan seluruh kapolda untuk mengoordinasikan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), Jumat (29/7). Tito memberikan tiga instruksi kepada seluruh jajaran Polri.

Pertama, larangan manipulasi data yang disampaikan wajib pajak (WP) kecuali untuk tiga kasus, yakni terorisme, narkotika, dan perdagangan manusia. ”Data WP tak boleh diutakatik, kecuali tiga kasus itu. Di luar itu tak boleh sama sekali,” kata Tito saat menggelar jumpa pers bersama Sri Mulyani, di Mabes Polri, Jumat (29/7). Instruksi kedua, jajaran kepolisian tak boleh membocorkan informasi WP yang melaporkan pajaknya ke skema pengampunan pajak.

Instruksi itu diberikan lantaran ancaman hukuman bagi pembocor informasi tersebut adalah kurungan penjara selama lima tahun. Intinya, kata Tito, data yang dimiliki WP sama sekali tak boleh diganggu untuk memberikan kemudahan dan jaminan bagi peserta tax amnesty. Komitmen itu juga sudah dijadikan nota kesepahaman antara Polri, Direktorat Jenderal Pajak, dan Kejaksaan Agung.

”Jadi, siapa pun yang membocorkan akan kami proses hukum,” tegasnya. Instruksi ketiga adalah tentang cara satuan Polri membangun iklim investasi yang baik. Tujuannya agar para investor merasa nyaman untuk berinvestasi di Tanah Air.

Menurut Kapolri, salah satu indikator iklim investasi yang baik adalah terjaganya keamanan di seluruh wilayah. Dengan demikian, para investor tak takut menanamkan modal di Indonesia. Sri Mulyani menambahkan, target penerimaan dana dari pengampunan pajak Rp 153,2 triliun tergolong sangat besar. Kementerian Keuangan tak mungkin bisa bekerja sendiri untuk mengumpulkannya.

Menurut dia, sinergi antara Kementerian Keuangan, dalam hal ini Dirjen Pajak, dengan kepolisian krusial untuk menyukseskan sistem yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tersebut. Dengan komitmen Polri, ia yakin masyarakat tak perlu takut skema itu akan disalahgunakan pemerintah. Menurutnya, suasana kepercayaan harus dibangun agar program ini berjalan sukses.

”Perlu ada suasana kepercayaan bahwa data para WP akan digunakan untuk keperluan pajak tanpa takut disalahgunakan. Karena itu, kerja sama dengan penegak hukum sangat penting,” jelasnya. Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, kasus dugaan penghindaran pajak tak dapat dijadikan bahan penyelidikan oleh para penegak hukum.

Menurut dia, pengampunan pajak diadakan agar wajib pajak mau mendeklarasikan uangnya. Tak hanya itu, mereka juga bersedia membayar pajak tanpa takut dipidana. ”Memang tujuan pengampunan pajak adalah untuk memberikan kesempatan bagi mereka (untuk membayar pajak),” ujarnya.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, data-data yang diserahkan para WP bersifat rahasia, tak bisa digunakan sebagai bahan penyelidikan penegak hukum. Aturan tersebut merupakan turunan dari penjelasan yang tertera dalam UU Tax Amnesty. Namun, sambungnya, aparat penegak hukum dapat mencari data yang terkait dengan penyelidikan kasus tertentu dari pihak lain.

Digugat di MK

Saat ini UU Pengampunan Pajak tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Gugatan diajukan tiga pihak, yakni Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, dan Leni Indrawati. Salah satu hal yang dipersoalkan adalah sikap eksklusif negara terhadap penerima pengampunan pajak di sisi penegakan hukum.

Sugeng Teguh Santoso, salah satu kuasa hukum pemohon, menyatakan sikap eksklusif oleh negara itu diterapkan kepada calon peserta dan peserta pengampunan pajak. Caranya, menangguhkan dugaan tindak pidana perpajakan sampai kepada pemeriksaan pajak setelah mengikuti proses tersebut.

”Ini bertentangan dengan prinsip persamaan negara di hadapan hukum dan pemerintah,” kata Teguh seperti dikutip dari risalah persidangan MK. Pihaknya juga menggugat aturan yang menyatakan menteri, wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang terkait dengan pengampunan pajak tak dapat digugat ataupun diselidiki.

Prasetyo Utomo, kuasa hukum penggugat lainnya, menyatakan warga negara yang memiliki harta di luar Indonesia bukanlah kalangan yang mendeskripsikan keadaan ekonomi pada umumnya. Mereka adalah kalangan ekonomi eksklusif yang melalui UU itu justru mendapat perlakuan khusus. Di sisi lain, peran pembayar pajak yang selama ini taat membayar pajak justru dikesampingkan.

Sumber: suaramerdeka.com

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar