Kalau tidak ada aral melintang, minggu ini Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution akan memimpin rapat kerja tentang tax amnesty. Tujuannya, menentukan proyek-proyek prioritas pemerintah mana saja yang bakal dijadikan tempat investasi bagi wajib pajak (WP) meletakkan dana repatriasi.
Direktur Program Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Rainier Haryanto mengatakan, saat ini KPPIP tengah menyiapkan instrument yang bisa diapakai WP menaruh uang yang dibawanya di luar negeri. “Kami fokuskan pada proyek prioritas dan IPP listrik. Kegiatan analisisnya masih berjalan,” kata dia ke KONTAN, Rabu (3/8).
Berdasarkan 30 proyek prioritas pemerintah, data KPPIP per 16 Juni menyebutkan, ada sekitar 12 proyek yang pendanaannya berpotensi menggunakan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Proyek berkema KPBU inilah yang kemungkinan besar menjadi tempat menampung dana repatriasi. Sementara data PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebut, setidaknya ada 37 proyek pembakit listrik swasta alias Independent Power Producer (IPP) yang potensial menjadi tempat parkir dana repatriasi
Rencana menjadikan proyek infrastruktur prioritas dan proyek pembangkit swasta, menurut Sekjen Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air M. Assegaf, sudah tepat. Barangkali, juga instrument yang dinanti-nanti WP. Apa pasal?
Semua IPP alias pembangkit swasta biasanya dibiayai oleh perbankan dan sisanya modal sendiri. Antara pinjaman dan modal sendiri, porsinya 70% dan 30%. Kalau pinjaman, kata Assegaf, rata-rata tidak bermasalah karena sektor kelistrikan masih favorit di mata bank dan ketidakpastian proyek IPP tergolong kecil. Yang jadi masalah adalah modal sendiri.
Ketika membangun 200 Megawatt (MW) saja, investasinya kira-kira US$ 300 juta dollar. Kalau porsi modal sendiri sekitar 30%, artinya pihak swasta harus punya modal setidaknya US$ 30 juta dollar inilah yang susah,” kata Assegaf.
Kesempatan WP menjadi pemodal proyek-proyek IPP pun masih terbuka lebar. Pembangkit swasta di proyek 35.000 MW punya tugas menyediakan 25.068 MW. Total nilai investasi seluruh proyek IPP ini mencapai US$ 78,17 miliar dari tahun 2016 hingga 2025. Untuk tahun ini saja, total kebutuhan dana investasi seluruh proyek IPP kira-kira US$7,23 miliar atau sekitar Rp 95,44 triliun dengan kurs Rp 13.200 per dollar AS.
Karena sektor listrik dan proyek infrastruktur tergolong sektor menarik, Assegaf optimistis akan banyak WP yang tertarik menaruh duit repatriasinya ke proyek-proyek tersebut Mengamini Assegaf, demikian pula kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Yang tadinya memperkirakan duit repatriasi Cuma sebesar Rp 80 triliun, kini Apindo memperkirakan uang repatriasi yang masuk ke Indonesia setidaknya akan menyentuh Rp 100 triliun “Investasi langsung ke sektor riil akan memberi pilihan lebuh luas kepada WP menaruh uang di dalam negeri,” kata Hariyadi.
Sayangnya, PMK yang mengatur khusus investasi langsung ke sektor riil memang belum ada. Menurut informasi, kata Hariyadi, PMK baru t ntang investasi minggu depan alias minggu ketiga bulan Agustus. “Apapun bentuk payung hukumnya, kami berharap semua aturan segera ada,” kata Hariyadi
Rame-rame menadah
Yang terang, bukan Cuma pemerintah yang berambisi besar mampu menadah dana repatriasi. Para bank gateway saat ini sedang meramu produk dan layanannya masing-masing. Yang paling baru. PT Bank DBS Indonesia (DBSI). Mulai pekan ini, DBSI akan sosialisasi produk-produk dalam rangka tax amnesty. Demikian keterangan Vice President Director DBSI Peter Suwardi.
Sementara bank-bank yang lain, malah sudah jauh-jauh hari sosialisasi dan berencana meluncurkan produk baru, khusus sebagai “karpet merah” duit-duit yang pulang kampung. Demikian pula, perusahaan-perusahaan BUMN dan swasta yang segera menerbitkan obligasi untuk menadah dana repatriasi.
Pada umumnya, produk bank yang berfungsi sebagai gateway alias menampung dana repatriasi, sebenarnya standar saja yaitu tabungan, giro, dan deposito yang ketiganya biasanya teramu di dalam layanan wealth management. Layanan lainnya, bank menawarkan jasa kustodi, trustee, serta produk-produk tresuri.
Beberapa poin baru, gateway akan membuat rekening tersendiri alias khusus bagi WP peserta tax amnesty. Tujuannya, agar duit WP masuk ke dalam system teknologi informasi gateway dan bisa dipantau secara otomatis untuk memastikan uang repatriasi tak di bawa lagi keluar meskipun uang itu pindah-pindah instrument.
Strategi yang digunakan bank selaku gateway pada umumnya focus memperbanyak bin memperkaya produk layanan mereka. Entah itu membikin produk layanan baru, atau menggandeng pihak lain seperti manajer investasi, perusahaan efek, asuransi, dan modal ventura.
Beruntung bagi PT Mandiri Tbk (Mandiri), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) atau PT Bank Central Asia (BCA) yang lini bisnis di sektor keuangan lumayan kompelet. Maksudnya, punya anak-anak usaha perusahaan efek, bank syariah, atau bahkan manajer investasi. Jadi, memberikan pilihan produk yang terkesan banyak ke WP tinggal memasukan produk layanan anak perusahaan saja ke dalam layanan mereka sebangai bank persepsi sekaligus gateway.
Hanya sedikit saja yang dengan tujuan tertentu membuat produk baru khusus menampung dana repatriasi. Kalau BCA tak punya produk baru, Mandiri mengaku punya dua produk. Menurut Ferry M. Robbani, Senior Vice President International Banking and Financial Institution Bank Mandiri, bank berlogo pita emas ini menyiapkan dua produk baru yang berhubungan dengan prperti seperti dan modal ventura.
Dengan memanfaatkan jaringan kerjasama pengembang property, Mandiri meluncurkan produk khusus yang memungkinkan WP member asset property dengan dana repatriasi. Sedangkan berhubungan dengan modal ventura, lewat kerjasama dengan anak usahanya, Mandiri Capitak Indonesia (MCI), Mandiri akan membuat produk untuk WP menginvestasikan uangnya ke perusahaan rintisan (start-uo)
Bank lain yang sedang menyiapkan produk baru adalah PT Bank Syariah Mandiri (BSM), satu-satunya gateway syariah. Director Wholesale Banking BSM Kusman Yandi bilang, BSM menyiapkan produk mudarabah Muquyyadah Off Balance Sheet (MMOB). Singkat kata, produk ini seperti produk back to back. Intinya, WP menempatkan dana di BSM lantas WP bisa memesan dana itu mau diletakkan di proyek apa saja. “Jadi mungkin sekarang yang sangat potensial adalah proyek-proyek infrastruktur pemerintah dan proyek BUMN,” ujar Kusman.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) pun tak mau ketinggalan Direktur Keuangan BTN Iman Noegroho Soeko mengaku, pihaknya memang belum resmi menjadi bank gateway meskipun sudah bank persepsi sebagai penerima uang tebusan WP. Sambil menunggu izin kegiatan sebagai trustee dan custodian yang menurut rencana terbit Senin (8/8) ini, BTN akan menerbitkan efek beragun asset (EBA) senilai Rp 1 triliun dan obligasi sebesar Rp 3 triliun. “Book Building EBA sekitar awal September. Mudah-mudahan menarik sebagai instrument investasi dana repatriasi,” kata Iman ke KONTAN, Kamis (4/8)
Sektor Properti
Di samping EBA, BTN juga berencana meluncurkan produk baru Dana Investasi Real Estate (DIRE) yang bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management khusus untuk menampung dana repatriasi. Selama ini, DIRE ditawarkan BTN ke debitur yang ingin melego asset propertinya, seperti pusat perbelanjaan atau pekantoran. Kata Iman, BTN menargetkan mampu mengempit sekiar Rp 50 triliun dari total dana repatriasi yang menurut asumsi Bank Indonesia mencapai Rp 560 triliun.
Sebenarnya, Ferry menambahkan, selain produk pasar uang dan pasar modal, sektor property merupakan lahan yang tak kalah menarik bagi WP. Imbal hasil property contohnya, menarik lantaran imbal hasilnya di atas instrument investasi lainnya.
Banyak sekali WP yang meminati sektor property. Dan ini akan membuat property tumbuh luar biasa. “ Kita tunggu aturannya. Selama ini ke sektor property hanya boleh lewat DIRE kalau repatriasi.” Cetus Ferry.
Penulis :Andri I., Tedy Gumilar, Arsy Ani, S., Silvana M. Pratiwi
Sumber: KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan