Tax Amnesty Jilid II dan Fakta Jebloknya Rasio Pajak RI

Gedung Kementerian Keuangan Dirjen Pajak. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Rencana kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty muncul karena pemerintah membutuhkan banyak dana untuk menjalankan program pemulihan ekonomi nasional. Sementara di sisi lain, opsi penarikan utang mulai dikurangi secara perlahan.

Secara mengejutkan tax amnesty masuk dalam pembahasan revisi Undang-undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang sudah dikirimkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Hal ini disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers beberapa waktu lalu. Selain tax amnesty, juga turut dibahas mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) hingga pajak karbon.

Anggota Komisi XI DPR Puteri Komarudin memastikan Surat Presiden (Supres) sudah diterima DPR. Selanjutnya akan dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) dan dilanjutkan ke Komisi XI. RUU tersebut masuk dalam kategori prioritas di Prolegnas 2021.

Mengurai kembali alasan tax amnesty, kesulitan pembiayaan karena lesunya penerimaan pajak bukan hanya terjadi saat pandemi. Jauh sebelum itu, target pajak tidak pernah tercapai sehingga harus ditambal dengan penarikan utang.

Satu-satunya penerimaan pajak yang mencapai target adalah tahun 2008. Pada saat itu, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 571 triliun atau 106,7% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 535 triliun.

Di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang pada saat itu menjabat sebagai bendahara negara Kabinet Indonesia Bersatu memang memiliki kebijakan sunset policy yang merupakan fasilitas dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga.

Tahun 2017 digadang-gadang penerimaan pajak juga bakal melejit akibat program tax amnesty. Ternyata cuma pepesan kosong.

Berikut data realisasi penerimaan dan rasio pajak sejak 2009 sampai 2020 :

  • 2009: Realisasi Rp 545 triliun atau 94,5% dari target Rp 577 triliun. Shortfall Rp 32 triliun. Rasio pajak 11,1%.
  • 2010: Realisasi Rp 628 triliun atau 94,9% dari target Rp 662 triliun. Shortfall Rp 34 triliun. Rasio pajak 10,5%
  • 2011: Realisasi Rp 743 triliun atau 97,3% dari target Rp 764 triliun. Shortfall Rp 21 triliun. Rasio pajak 11,2%
  • 2012: Realisasi Rp 836 triliun atau 94,5% dari target Rp 885 triliun. Shortfall Rp 49 triliun. Rasio pajak 11,4%
  • 2013: Realisasi Rp 921 triliun atau 92,6% dari target Rp 995 triliun. Shortfall Rp 74 triliun. Rasio pajak 11,3%
  • 2014: Realisasi Rp 985 triliun atau 91,9% dari target Rp 1.072 triliun. Shortfall Rp 87 triliun. Rasio pajak 10,9%
  • 2015: Realisasi Rp 1.055 triliun atau 81,5% dari target Rp 1.294 triliun. Shortfall Rp 239 triliun. Rasio pajak 10,7%
  • 2016: Realisasi Rp 1.283 triliun atau 83,4% dari target Rp 1.539 triliun. Shortfall Rp 256 triliun. Rasio pajak 10,4%
  • 2017: Realisasi Rp 1.147 triliun atau 89,4% dari target Rp 1.283 triliun. Shortfall Rp 136 triliun. Rasio pajak 9,9%
  • 2018: Realisasi Rp 1.315,9 triliun atau 92% dari target Rp 1.424 triliun. Shortfall Rp 108 triliun. Rasio pajak 10,2%
  • 2019: Realisasi Rp 1.332,1 triliun atau 84,4% dari target Rp 1.577,6 triliun. Shortfall Rp 245,5 triliun. Rasio pajak 9,8%
  • 2020: Realisasi Rp 1.070,0 triliun atau 89,3% dari target Rp1.198,8 triliun. Shortfall Rp 128,8 triliun. Rasio pajak 8,3%

Sumber: cnbcindonesia

http://www.pengampunanpajak.com



Kategori:Artikel

Tag:, , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: