Tax Amnesty Berjilid-jilid

Pada tahun 2016 pemerintah Indonesia melalui Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memberlakukan program pengampunan pajak alias tax amnesty sebagai pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.

Kala itu, pemerintah menegaskan, program pengampunan pajak merupakan tahapan sebelum pemerintah menegakkan hukum yang lebih tegas di sektor perpajakan.

Jadi, melalui program pengampunan pajak ini pemerintah memberi kesempatan kepada wajib pajak yang selama dengan sengaja menyembunyikan hartanya, untuk mengaku secara sukarela ke kantor pajak.

Bagi wajib pajak yang mengaku, akan mendapat penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Sebagai gantinya, mereka cukup membayar uang tebusan.

Setelah memberi kesempatan para wajib pajak membersihkan diri melalui program pengampunan pajak, pemerintah saat itu menegaskan, tak akan ragu-ragu lagi menindak tegas wajib pajak yang masih nakal.

Janji Sri Mulyani

Pemerintah di era Presiden Jokowi sendiri belakangan kembali membuka program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid 2. Pengampunan pajak ini kemudian dikenal dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang dijalankan dari 1 Januari 2022 hingga berakhir 30 Juni 2022.

Setelah program PPS selesai, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menegaskan pemerintah tidak akan lagi memberlakukan program pengampunan pajak.

Pemerintah, menurut klaim Sri Mulyani, hanya akan mengoptimalkan basis data yang didapat dari tax amnesty untuk memperbaiki upaya penegakan hukum atas wajib pajak.

Sementara Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan, pemerintah menegaskan tidak akan lagi mengadakan program pengampunan pajak setelah pelaksanaan PPS.

Ia menyebut, permanent tax amnesty atau program pengampunan pajak yang dilakukan terus-menerus dapat berdampak buruk terhadap kepatuhan pajak masyarakat dalam jangka panjang.

“Kalau pengampunan diberikan terlalu sering, akan menciptakan mentalitas wajib pajak yang tidak baik,” kata Yustinus seperti dikutip dari Antara.

“Karena orang akan mencicil kepatuhan. Sekarang dicicil pelaporannya, berharap tahun depan ada pengampunan lagi. Ini buruk bagi kewibawaan otoritas dan mengurangi trust kepadanya,” tambahnya.

Yustinus mengakui, memang ada sejumlah pihak yang menginginkan program serupa dilanjutkan. Namun Kemenkeu dengan tegas tidak memperpanjang, karena sudah mensosialisasikannya selama berbulan-bulan.

“Ada yang ingin program ini diulang karena belum mengetahui. Padahal selama delapan bulan sejak Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kami sudah mensosialisasikan tetapi masih banyak yang belum paham,” ujar Yustinus.

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam Prolegnas 2025.

Program tax amnesty jilid 3 juga dianggap tidak adil di tengah rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.

Ketika kelas menengah-bawah mendapat tambahan beban pajak, pemerintah di saat bersamaan malah memberikan pengampunan bagi para orang kaya.

Dampak negatif

Mengutip KONTAN, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman menilai bahwa jika program tersebut kembali diluncurkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi kepatuhan perpajakan di Indonesia.

Menurutnya, pengampunan pajak yang dilakukan secara berulang berpotensi menciptakan persepsi yang keliru di kalangan Wajib Pajak, terutama yang awam dengan aturan perpajakan.

Raden bercerita tentang pengalamannya menangani klien yang memiliki pengalaman salah terkait kewajiban pajak.

Klien tersebut mengira bahwa kewajiban untuk melaporkan pajak hanya berlaku setiap lima tahun sekali, karena selama ini ia hanya dihubungi oleh Account Representative (AR) dari Direktorat Jenderal Pajak pada momen-momen tertentu, yakni saat ada program Pengampunan Pajak atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

“Dia kaget ketika belum lima tahun, yaitu 2024 sudah dipanggil lagi karena tidak lapor SPT Tahunan,” ujar Raden kepada Kontan.co.id.

Secara akademis, Pengampunan Pajak yang dilaksanakan berulang kali dapat merusak fondasi kepatuhan pajak. Berbagai kajian ilmiah dan akademik menunjukkan bahwa kebijakan tersebut dapat menurunkan rasa kewajiban wajib pajak untuk patuh membayar pajak secara reguler.

“Secara kajian akademis, Pengampunan Pajak yang dilakukan berkali-kali memang berdampak negatif bagi kepatuhan pajak,” katanya.

Sumber: kompas.com

http://www.pengampunanpajak.com



Kategori:2025

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar