Kesepakatan Pemerintah Soal Tax Amnesty
1. Tarif tebusan dengan syarat melakukan repatriasi
– 1% untuk pengajuan Januari-Maret 2016 – 2% untuk pengajuan April-Juni 2016 – 3% untuk pengajuan Juli-Desember 2016 |
2. Tarif tebusan tanpa repatriasi
– 2% untuk pengajuan Januari-Maret 2016 – 4% untuk pengajuan April-Juni 2016 – 6% untuk pengajuan Juli-Desember 2016 |
3. Menggunakan basis tahun pajak 2014 yang menjadi pengurang harta yang dilaporkan dan kewajiban pajak |
4. Wajib Pajak yang melakukan repatriasi wajin menyimpan dananya di surat berharga atau instrument investasi lain tanpa boleh ditarik selama satu tahun. |
5. Pemerintah tidak akan melakukan pemeriksaan dan pinalti apapun untuk tahun pajak 2015 kepada yang menerima pengampunan pajak. |
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah telah melakukan pertemuan informal guna membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty. Pada dasarnya, pihak DPR menyetujui rancangan sementara UU Tax Amnesty yang diajukan pemerintah.
Firman Soebagyo, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR mengatakan, selama dua hari berturut-turut sejak Selasa kemarin (19/1), Baleg DPR RI bertemu dengan pemerintah. Dalam pertemuan itu, pemerintah menyampaikan beberapa poin krusial.
Salah satunya mengenai opsi besarnya tarif tebusan yang dikaitkan dengan repatriasi. “Kami meminta mereka (pemerintah) untuk membuat simulasi, berapa potensi penerimaan yang didapat dengan atau tanpa repatriasi,” ujarnya, kepada KONTAN, Rabu (20/1) malam.
Sejatinya, lembaga legislatif ini mempercayakan penuh kepada pemerintah mengenai isi substansi RUU pengampunan pajak ini. Pasalnya, adanya RUU ini berpotensi mengerek penerimaan negara, khususnya dalam bidang perpajakan.
Tidak hanya itu, kebijakan ini juga penting untuk menambah data basis wajib pajak (WP), maupun harta. Ke depan, para pngemplang ini akan membayar sesuai tarif normal asal pemerintah membuat basis data yang baik.
Firman berharap, bulan depan RUU ini sudah efektif berlaku. Namun, sebelum itu, RUU ini akan diajukan dahulu dalam siding paripurna untuk dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2016. “Sidang paripurna paling lambat akan dilaksanakan Selasa (26/1) pekan depan,” tutur Firman.
Seperti diketahui, ada beberapa rumusan yang akhirnya disepakati pemerintah. Pertama, terkait basis penghitungan tahun pajak. Pada rapat tersebut, ditentukan basis penghitungan tahun pajak adalah laporan pajak 2014.
Jadi, laporan kekayaan tahun 2014 sebagai pengurang dari total harta bersih yang ingin diampuni.
Kedua, ketentuan mengenai tarif tebusan. Ada dua opsi besaran tarif tebusan yang akan diberikan. Pertama, tarif dibagi menjadi 1%, 2%, dan 3%. Tarif ini diberikan jika si pengemplang pajak menarik dananya di luar negeri ke Indonesia. Dana yang mereka tarik itu tidak boleh ditarik kembali selama satu tahun.
Jika mereka tidak melakukan repatriasi, maka tarif yang dikenakan sebesar 2%, 4%, atau 6% yang disesuaikan dengan termin pengajuan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menaksir potensi penerimaan pajak dengan skema yang sudah disepakati itu, hanya sebesar Rp 60 triliun.
Penerimaan tersebut dinilai tidak sebanding jika kebijakan tax amnesty dilakukan setelah kerjasama automatic exchange of information (AEOI) nanti berlaku pada tahun 2017. “Seharusnya, tarif yang dikenakan dalam kebijakan tax amnesty bisa sebesar 5%-10%” ujar Yustinus.
Sumber: Kontan
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan