Pesimisme terhadap masa depan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian mengental karena situasi serba sulit itu datang di saat lembaga tersebut harus mengalami pergantian pimpinan. Proses pencarian pimpinan baru yang dimulai dengan penjaringan nama kandidat oleh panitia seleksi telah berakhir pertengahan Desember Silam.
Presiden Joko Widodo telah melantik lima orang untuk mengisi kursi pimpinan KPK, 21 Desember 2015. Satu di antara mereka adalah Agus Rahardjo, yang terpilih untuk menduduki kursi Ketua.
Untuk mengetahui apa saja strategi dan antisipasi yang disiapkan pimpinan baru KPK, wartawan KONTAN Barly Halim Noe dan Umar Idris mewawancarai Agus. Berikut nukilan dari wawancara yang berlangsung pertengahan Januari lalu.
KONTAN:Apa pimpinan KPK yang baru sudah menyiapkan agenda kerja?
AGUS: Kami sedang menyusun rencana strategis(renstra). Saya menargetkan renstra ini sudah jadi pertengahan Februari, karena di renstra itu akan termuat detil apa saja yang akan kami tangani.
Selama ini persepsi kita masih belum membaik. Artinya, kejadian tindak pidana korupsi (tipikor) masih berlangsung di masyarakat, seperti tidak ada jedanya. Karena itu, saya merasa perlu pencegahan dan kerjasama dengan penegak hokum yang lain, seperti Polri dan Kejaksaan Agung.
Idealnya, ada satu sistem yang berjalan. Jadi nanti kalau ada yang tertangkap, lantas tidak berkesimpulan: “Wah, saya sedang sial karena yang melakukan tipikor masih banyak.”
KONTAN: Apa KPK punya stamina untuk terus-menerus melakukan itu?
AGUS: Ya, kami perlu memberdayakan Polri dan Kejaksaan Agung. Yang penting, ada koordinasi. Jadi kalau yang tertangkap nilai kasusnya kecil, diserahkan saja ke Polri. Tinggal bagaimana mengawal prosesnya di sana.
KONTAN: Apa memang ada batasan nilai minimal kerugian kasus tipikor yang harus ditangani KPK?
AGUS: Biasanya, yang ditangani KPK itu yang nilai kerugiannya Rp 1 miliar. Kalau di bawah itu, terlalu kecil kan. Bisa saja, nilai kerugian minimal itu diubah jadi Rp 25 miliar. Atau bisa saja kami menangani kasus yang nilainya kecil, namun memberikan dampak yang sangat luas ke masyarakat.
KONTAN: Pejabat pemerintah kerap menyatakan penindakan korupsi yang menimbulkan kegaduhan yang tidak baik bagi iklim investasi. Apa tanggapan Anda?
AGUS: Makanya sistem perbaikan harus jalan. Kewenangan KPK itu ada lima, yaitu koordinasi, supervisi, pencegahan, penindakan, dan monitoring. Monitoring di sini adalah monitoring kebijakan pemerintah. Jadi, KPK memberi saran perbaikan ke instansi atau lembaga daerah supaya tidak melakukan kebijakan-kebijakan jelek tadi. UU KPK juga menyatakan, KPK bisa melaporkan ke presiden siapa saja yang tidak melaksanakan usulannya. Di depan itu ada fungsi koordinasi dan supervisi yang berarti kerjasama dengan penegak hukum lain, yaitu polisi dan jaksa.
KONTAN: Anda menilai fungsi-fungsi itu banyak yang belum dilakukan oleh KPK yang lama?
AGUS: Belum. KPK masih bertindak sendirian. Begini, KPK itu punya tiga fungsi sekaligus: penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan. Jadi, KPK merekrut orang dari lembaga lain, seperti polisi dan jaksa.
KONTAN: Urusan koordinasi sepertinya sangat penting, ya, bagi pimpinan yang baru. Apa saja hasil dari kunjungan ke lembaga lain?
AGUS: Roadshow itu bertujuan mempertegas fungsi KPK, terutama koordinasi dan supervisi tadi. Artinya, di masa mendatang penarikan kasus atau pelimpahan kasus itu merupakan sesuatu yang wajar. Itu juga ada dalam UU KPK. Kalau kita baca UU KPK kan,ada lima kewenangan. Nah, kewenangan yang ada di organisasi itu hanya ada dua, pencegahan dan penindakan.
KONTAN: Apa KPK sudah menyambangi presiden?
AGUS: Saya ingin berbicara dengan presiden. Kalau bisa sih, empat mata. Tapi sekarang memang belum karena kami juga belum punya dokumen yang betul-betul hasil kesepakatan internal KPK. Hanya waktu pelantikan kemarin, presiden bilang: “Saya tidak akan intervensi. Tapi tolong dipahami kalau kejadiannya kira-kira kayak kemarin, ya, bebannya ke saya.”
KONTAN: Ini merujuk ke ketegangan antara Polri dan KPK yang sebelumnya?
AGUS: Ya. Apa yang terjadi kemarin, pasti bebannya akan ke presiden sebagai kepala negara. Menurut saya, harus ada jalan tengah. Sedapat mungkn, ya, jangan ribut.
KONTAN: Tapi KPK yang sekarang juga sudah terlibat kegaduhan sewaktu menggeledah DPR kemarin.
AGUS: Saya ingin mengingatkan bahwa apa yang diributkan kemarin itu sudah berkali-kali terjadi. Selama ini, tidak ada yang komplain. Hari tu, petugas KPK datang jam 10 pagi dan sudah periksa ke sana kemari tidak ada komplain. Dan di floor saat itu tidak ada wartawan, lo. Kalau kemudian ada wartawan, siapa yang mengajak? Siapa yang mencari sensasi?
KONTAN: Sebagai Ketua KPK, apa Anda punya sektor khusus yang menjadi prioritas untuk diawasi?
AGUS: Minyak dan gas (migas), infrastruktur, dan pajak. Pajak itu juga perlu hati-hati karena laporan kita kan dari banyak pihak, ya. Satu, data dari Ditjen Pajak, kemudian dari PPATK. Kalau dari PPATK kita kan masih perlu hati-hati, karena PPATK itu orang mencuci uang itu belum tentu korupsi, kan? Bisa saja, narkoba, misalnya, kan tidak mungkin kita yang menangani jadi kita pilih-pilih dulu yang korupsi yang mana.
KONTAN: Mengapa tidak sektor itu yang jadi prioritas?
AGUS: Karena ketiganya yang hampir menguasai semua peredaran uang. Sumber uang ada disitu semua.
KONTAN: Indikasi korupsi di pajak itu bagaimana? Apa selalu berupa suap? Atau, pengembangan dari temuan,seperti, menunggak?
AGUS: Banyak yang bermain di restitusi. Bahkan, kecenderungan yang terakhir, tidak ada transaksi apa-apa, tetapi bisa mendapatkan restitusi. Jadi, di rekayasalah transaksi untuk mendapat restitusi.
KONTAN: Bagaimana Anda melihat tax amnesty yang diberlakukan tahun ini?
AGUS: Saya kemarin menulis bahwa tax amnesty itu bukan main negatif. Nanti pada tahun 2018, saat perjanjian keterbukaan informasi seluruh dunia sudah berlaku, kita sudah tidak ada sasaran tembak. Kami akan mempelajari itu dengan mendalam dan member masukan ke Pak Luhut dan Pak Darmin.
KONTAN: Bagaimana kalau ada yang mengatakan bahwa ide tax amnesty itu muncul karena kebutuhan pendanaan pemerintah yang sangat mendesak di tahun ini?
AGUS: Yang perlu kita lihat, mengapa kok tax ratio kita rendah? Mengapa kita kesulitan memperbesar angka itu? Seorang teman saya pernah bercerita bahwa di Pajak itu tidak ada analisis pajak yang pekerjaannya mencari wajib pajak baru. Padahal, data itu sebenarnya bukan main. Data tentang pajak seseorang itu ada dimana-mana, tetapi itu belum diagregasikan. Idealnya, kan, data-data yang tersebar tadi dikumpulkan untuk kemudian dianalisis.
KONTAN: Lalu mengapa KPK ingin masuk ke migas? Audit atas pembagian participating interest (PI) ini agenda pertama di migas, ya? Apa tidak wajar kalau pemerintah daerah (pemda) yang tak punya uang mengajak investor swasta sebagai mitra?
AGUS: Salah satu yang jadi sorotan kami adalah Blok Cepu. Blok itu kan ada di Bojonegoro dan Blora. Nah, tidak ada keseragaman dalam pembagian di atara kedua daerah itu, kan? Yang kami lihat porsi pembagiannya paling baik itu Jawa Timur, ya. Kalau pemda tidak punya uang, daripada menyerahkan ke swasta kan bisa pinjam dari bank daerah.
KONTAN: Mungkin bank tidak bisa memberi pendanaan yang cukup?
AGUS: Sering kali masalahnya bukan itu. Seharusnya, ya, kita menoleh ke dalam, tapi tetap dengan mengedepankan efisiensi, ya. Seperti kasus RJ Lino, mengapa harus menunjuk perusahaan dari dalam negeri juga bisa. Nah, di migas itu, kita punya potensi yang juga sudah diakui oleh orang luar.
KONTAN: Lantas, apa yang akan disarankan KPK dalam pembagian PI? Apa audit dan solusi itu hanya utnuk blok yang sudah dibagi? Sekarang ini, kalau tidak salah ada 23 blok migas yang mau tidak mau harus melibatkan daerah, yang tidak semuannya kaya.
AGUS: Terus terang, saya belum menemukan resep yang pas. Bisa jadi, resepnya tidak one fit for all. Misal, perlakuan di Jawa Timur mungkin beda dengan Jawa Tengah. Mungkin di tempat lain, perlakuannya juga beda.
KONTAN: Tujuan KPK di sektor migas ini untuk meningkatkan efisiensi?
AGUS: Ya, karena kita masih inefisien. Selain itu, ya, kita kan inginnya memberdayakan produk dalam negeri. Coba kalau industri migas kita dari dulu mau melihat ke dalam. Dulu lifting minyak kita sempat mencapai 1,6 juta barel per hari, kan? Saat itu, cost recovery hanya sekitar US$ 5 miliar-US$ 6 miliar. Nah, sekarang lifting hanya 800.000 barel per hari, kok cost recovery malah naik ke kisaran US$15 miliar sampai US$16 miliar? Dari perbandingan sederhana seperti itu, akan muncul pertanyaan besar.
KONTAN: Banyak yang meragukan KPK saat ini, karena terkesan terlalu rajin menjalin koordinasi dengan lembaga lain? Bahkan sempat ada kekhawatiran KPK tidak akan lagi melakukan penindakan.
AGUS: Agenda penindakan harus ada, tetapi agenda pencegahan juga tidak boleh kita lupakan. Yang dimaksud pencegahan ini bukan hanya yang bersifat sosialisasi, tetapi juga harus mengajarkan dan membekali orang dengan sesuatu. Ambil contoh di sekolah ada aplikasi sederhana yang memungkinkan semua orangtua murid mengetahui profil sekolah anak mereka seperti apa. Lalu, kita ketatkan norma di sekolah, seperti guru tidak boleh jualn buku atau tidak boleh seenaknya absen. Itu diimbangi dengan penghargaan yang sepadan bagi guru yang memiliki kompetensi. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mengalir pasti jadi ketahuan oleh banyak pihak. Baik guru maupun orangtua siswa seharusnya tau dana itu dipakai untuk apa.
Atau kalau di rumah sakit, mereka yang butuh pelayanan, termasuk orang miskin, tahu fasilitas apa saja yang bisa mereka dapatkan. Dokter yang menangani kira-kira siapa. Jadi, profil rumah sakit itu harus jelas dan bisa diakses ke publik. Kontrol dari masyarakat terhadap rumah sakit juga ada. Kalau layanan jelek, dia bisa mengatakan sesuatu. Tentu ya, pemerintahnya harus aktif mengawasi.
Lalu contoh lain layanan satu atap. Layanan itu sekarang masih gelap kan? Apa sih yang diproses? Berapa lama waktu prosesnya? Nah itu semua harus dibuat transparan.
Dan, yang punya kewajiban untuk melakukan itu semua bukan hanya KPK, lo, tapi kita. Tugas KPK itu hanya monitoring kebijakan pemerintah, seperti menyarankan, “Hei kamu buat aplikasi ini dan sebarkan.” Lalu, dua bulan atau tiga bulan kemudian, KPK memantau lagi sudah dijalankan atau belum saran itu.
Sumber: KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar