Menyoal Rencana Penerapan Tax Amnesty

taxes

Pemerintah segera menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beberapa pasal yang krusial dalam RUU tersebut, seperti pasal yang menyangkut tarif, tahun SPT yang akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan pengampunan pajak, fasilitas di bidang perpajakan termasuk pengampunan yang dapat diperoleh Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi “telah disepakati”, walaupun belum ada pembahasan secara resmi.

Pengampunan pajak atau lebih dikenal dengan tax amnesty adalah kebijakan di bidang perpajakan yang dipolakan untuk memberikan insentif berupa penghapusan pokok pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi dan / atau pidana pajak atas ketidakpatuhan yang telah dilakukan Wajib Pajak di masa lalu demi peningkatan kepatuhan dan sebagai jalan keluar untuk meningkatkan penerimaan di masa yang akan datang. Sebab, tax amnesty memberikan kesempatan Wajib Pajak untuk masuk atau kembali ke dalam sistem administrasi perpajakan yang berdampak pada peningkatan penerimaan di masa mendatang.

Tujuan dari penerapan tax amnesty di samping untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan negara, diharapkan juga mempunyai dampak terhadap investasi dengan adanya perpindahan dana / modal dari luar negeri ke dalam negeri (capital inflow / repatriasi kapital) sehingga diharapkan akan menimbulkan multiplier effeck bagi perekonomian terutama aspek perpajakan.

Pemerintah berkeyakinan bahwa penerapan pengampunan pajak di tahun 2016 akan memberikan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 150 triliun sampai Rp 200 triliun dengan menggunakan asumsi perhitungan proyeksi penerimaan pajak non migas mengacu pada asumsi makro APBN tahun 2016. Dengan pertumbuhan alamiah 10% (dari asumsi pertumbuhan ekonomi 5.3% plus inflasi 4,7%) maka akan diperoleh angka penerimaan pajak non migas sebesar Rp 1.121 triliun. Jika hasil kebijakan reinventing policy serta revaluasi aktiva tetap sebesar Rp 60 triliun (kenaikan +/- 5% dari tahun 2015), maka total proyeksi penerimaan pajak non migas 2016 sebesar Rp 1.181 triliun. Jumlah ini masih terdapat kekurangan Rp 137 triliun yang diharapkan dari hasil penerapan pengampunan pajak.

Namun demikian harus diingat bahwa realisasi penerimaan pajak non migas 2015 hanya Rp 1.011 triliun, sedangkan target penerimaan pajak non migas 2016 Rp 1.318 triliun. Artinya, penerimaan pajak non migas pada tahun 2016 harus tumbuh 30,36%.

Dengan kondisi perekonomian yang masih melambat dari harga komoditas, terutama batubara, CPO, dan migas masih lesu, target penerimaan pajak ini tidak mudah dicapai.

Keadilan dan kepastian hukum

Penerapan kebiajakn tax amnesty sebenarnya telah dilakukan di banyak negara di dunia. Beberapa negara yang tergolong pernah menerapkan kebijakan ini adalah Italia, Belgia, Prancis, India dan Afrika Selatan. Dari data dan informasi diketahui bahwa belum ada negara yang benar-benar sukses dalam menerapkan tax amnesty, termasuk Italia sekalipun yang dikenal dengan negeri mafioso.

Salah satu tujuan penerapan tax amnesty adalah menarik dana yang terparkir di luar negeri (repatriasi) untuk dapat diinvestasikan di Indonesia. Sebagai langkah awal, di tahun 2014, Menteri Keuangan melakukan diplomasi ke Singapura untuk meminta informasi data simpanan / aset warga Indonesia di Singapura (exchange of information / EOI on request) yang diperkirakan mencapai Rp 2.000 triliun sebagai basis data penggalian potensi pajak. Namun dalam perjalanannya, pemberian data dan informasi itu kurang terinventarisir dan tersistem dengan baik, sehingga belum terbukti secara empiris dapat digunakan untuk menggali potensi yang dapat mendongkrak penerimaan di tahun 2015.

Kebijakan penerapan tax amnesty seharusnya dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak. Jangan sampai malah merusak system yang telah ada. Dari sisi Wajib Pajak, kebijakan tax amnesty harus dapat memberikan perlakuan adil dan kepastian hukum. Artinya baik bagi Wajib Pajak patuh maupun Wajib Pajak tidak patuh (tax evaders) harus dapat dipastikan semua kewajiban perpajakannya dilaporkan secara benar dan mengurangi kesempatan timbulnya moral hazard di kemudian hari. Dari sisi aparat pajak (fiscus), dapat melaksanakan implementasi kebijakan itu dengan adil dan penuh tanggung jawab. Di kemudian hari jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap pegawai pajak dianggap merugikan keuangan negara.

Salah satu indicator kebijakan tax amnesty dapat dikatakan berhasil adalah kepatuhan Wajib Pajak baik formal maupun material akan meningkat. Berkaca, dari kebijakan sunset policy tahun 2008, dari data dan informasi yang ada dapat diketahui bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak di tahun 2009 belum menunjukkan lonjakan signifikan (54%) dan realisasi penerimaannya jauh panggan dari api. Dari rencana penerimaan tahun 2009 sebesar Rp 577.386 miliar, hanya 544.533 miliar atau sebesar 94,31% dengan tingkat pertumbuhan minus 4,65%.

Tahun 2016, berdasarkan roadmap Ditjen Pajak adalah tahun penegakan hukum/ law enforcement setelah di tahun 2015 merupakan tahun pembinaan. Untuk menghindari kontradiksi, ketidakpastian dan kebingungan Wajib Pajak dan masyarakat dengan penerapan kebijakan penerapan tax amnesty, Ditjen Pajak harus segera menyesuaikan strategi dan program kerjanya. Selain itu, perlu strategi publikasi yang massif agar informasi tentang penerapan tax amnesty lebih lengkap, jelas dan benar.

Dalam era keterbukaan dan demokrasi seperti sekarang, rencana penerapan kebijakan tax amnesty, apabila memberikan manfaat bagi rakyat memang seharusnya perlu didukung. Pemerintah dituntut untuk tetap berpedoman pada prinsip mengeluarkan kebijakan yang memang seharusnya berlaku (ius constitutum) bukan sebaiknya berlaku (ius constituendum) agar marwah keadilan dan kemaslahatannya dirasakan seluruh rakyat dalam jangka panjang.

Sumber: KONTAN

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar