Jakarta -Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta aturan tax amnesty tidak mengesampingkan aturan pidana pencucian uang. Oleh sebab itu, PPATK akan meminta data para wajib pajak peserta tax amnesty ke Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Kementerian Keuangan.
“Kami tetap ingin dapat data dari Ditjen Pajak, siapa saja yang sesungguhnya sudah melaporkan diri minta pengampunan (tax amnesty). Dengan adanya pengampunan, paling tidak nanti kita bisa menjaga akuntabilitas pajak,” ujar Kepala PPATK, Muhammad Yusuf di DPR, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
“Tidak boleh kebijakan tax amnesty itu mengesampingkan ketentuan-ketentuan tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Dengan cara begitu, maka kita berharap nanti setiap ada wajib pajak yang datang melaporkan aset yang selama ini disimpan di luar negeri maka segera diterima masuk Indonesia,” tambah Yusuf.
Yusuf juga mengusulkan agar aturan tax amnesty juga menetapkan jangka waktu dana tersebut disimpan di Indonesia. Paling tidak minimal antara 1-3 tahun, sesuai masa proyek infrastruktur.
“Supaya dia tidak segera keluar, perlu ditentukan misalnya dia harus disimpan minimal 1-3 tahun, seusia proyek jembatan, lapangan terbang, jalan, sehingga dengan cara demikian kita tidak jadi tempat mencuci semata,” kata Yusuf.
Selain itu, menurut Yusuf, perlu dibentuk satuan tugas khusus agar antara pemerintah dan penegak hukum bisa koordinasi.
“Jangan sampai nanti orang sudah minta ampunan pajak, ditangkap polisi. Saling kontrol, saling kasih tahu, koordinasi. Jadi saat orang bawa pulang harta dari Singapura, BVI, Panama, masuk database,” tutur Yusuf.
Sumber: DETIK
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan