Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang dimulai sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017 memberi peluang dapat mendorong perekonomian Indonesia. Dana-dana yang direpatriasi melalui program tax amnesty itu tidak hanya akan menambah likuiditas di pasar finansial, tetapi juga diharapkan masuk ke infrastruktur dan sektor riil, sehingga dampaknya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Pemerintah menyebut sebanyak 6.500 warga negara Indonesia (WNI) saat ini memarkir dananya dalam jumlah besar di berbagai bank dan lembaga keuangan yang tersebar di luar negeri. Lewat tax amnesty ini, pemerintah mengincar adanya dana milik WNI yang kembali atau repatriasi sebanyak Rp 1.000 triliun dan dana yang dideklarasi sebesar Rp 4.000 triliun. Dari dana yang masuk itu, pemerintah menargetkan uang tebusan sebesar Rp 165 triliun.
Kita ketahui, pemerintah ingin mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan tol, pembangkit listrik, dan jalur kereta api. Jika hanya berharap pada APBN, maka realisasinya tidak akan cepat. APBN hanya mampu menyokong Rp 1.500 triliun untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun. Padahal, kebutuhan yang diperlukan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur mencapai Rp 5.500 triliun dalam periode tersebut.
Dana repatriasi dari program tax amnesty sangat diperlukan sebagai pendukung pembangunan. Sejumlah BUMN karya pun telah menyiapkan berbagai instrumen investasi untuk menjaring dana repatriasi. Tercatat, sudah ada empat BUMN yang akan menerbitkan saham baru atau rights issue dengan nilai total Rp 14,3 triliun. Hasil dari rights issue ini akan digunakan untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek infrastruktur prioritas pemerintah, seperti jalan tol, pembangkit listrik, fasilitas pengolahan air bersih, pelabuhan, apartemen kelas menengah, dan kawasan industri.
Rights issue dilakukan setelah BUMN yang berstatus perusahaan publik itu memperoleh suntikan modal negara atau penyertaan modal negara (PMN) yang totalnya Rp 9 triliun, sedangkan sisanya Rp 5,3 triliun dari publik. Keempat BUMN itu adalah PT PP Tbk (PTPP) menerbitkan saham baru senilai Rp 4,4 triliun (masing-masing PMN Rp 2,25 triliun dan publik Rp 2,15 triliun), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) senilai Rp 6,1 triliun (PMN Rp 4 triliun, publik Rp 2,1 triliun), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) senilai Rp 1,8 triliun (PMN Rp 1,5 triliun, publik Rp 375 miliar), dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) senilai Rp 1,8 triliun (PMN Rp 1,25 triliun, publik Rp 575 miliar).
Selain rights issue, pemerintah juga mendorong BUMN untuk menerbitkan surat utang atau obligasi guna mendanai proyek-proyek di masing-masing perusahaan pelat merah. Jasa Marga dan Waskita Karya termasuk di antara BUMN karya yang sedang menyiapkan penerbitan surat utang. Jasa Marga berencana menerbitkan surat utang sekitar Rp 50 triliun hingga tahun 2019, sedangkan Waskita Karya memasang target awal Rp 5 triliun. Surat utang tersebut nantinya akan diserap dari dana repatriasi yang dibawa ke Indonesia oleh para wajib pajak.
Kita berharap dana repatriasi tidak harus masuk ke instrumen saham atau obligasi yang sifatnya jangka pendek namun potensi keuntungannya tinggi, tetapi juga diarahkan masuk ke investasi yang sifatnya jangka panjang.
Pemerintah harus mampu menyiapkan produk investasi yang menarik agar dana repatriasi itu masuk ke sektor riil. Jika ditaruh di investasi portofolio, dana tersebut hanya akan berputar-putar di pasar finansial tanpa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat luas. Pemerintah harus bisa mengatur penempatan dana repatriasi dalam aturan turunan dari UU Pengampunan Pajak agar dana tersebut bisa dimanfaatkan dalam jangka panjang.
Untuk tahap awal, dana-dana tersebut bisa diarahkan untuk masuk ke sejumlah instrumen yang berbasis infrastruktur. Melalui upaya tersebut maka peluang untuk menutup gap pembiayaan infrastruktur bisa diatasi.
Masuknya dana repatriasi hasil tax amnesty ke sektor riil sekaligus untuk menciptakan keadilan. Dana dari hasil pengampunan pajak yang diberikan kepada para pengemplang pajak sudah selayaknya juga dinikmati masyarakat luas. Dana repatriasi harus masuk sebagai investasi langsung, sehingga benar-benar mampu menggerakkan sektor riil, seperti untuk membangun pabrik dan infrastruktur dasar.
Untuk menarik minat para pemilik dana masuk ke sektor riil, tentu pemerintah harus melakukan sejumlah perbaikan, mulai dari menciptakan iklim investasi yang kondusif, memangkas birokrasi yang berbelit, memberikan kepastian hukum, menjamin ketersediaan tenaga kerja, menyediakan infrastruktur energi, hingga memfasilitasi lahan. Jika semua itu dilakukan, dana-dana milik WNI yang pulang kampung itu akan masuk ke sektor riil. Efek selanjutnya adalah, terjadi peningkatan produksi, menghasilkan barang substitusi impor, dan pertumbuhan ekonomi akan lebih baik.
Dengan memperhitungkan dampak dari kebijakan tax amnesty, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2016 sebesar 5,3 persen. Sedangkan jika tanpa tax amnesty, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,03 persen. Artinya, akan ada tambahan pertumbuhan 0,3 persen yang didorong oleh kebijakan tax amnesty.
Dampak kebijakan tax amnesty juga akan berlanjut hingga tahun depan. Jika kebijakan ini berhasil, pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa tembus 5,7 persen atau lebih tinggi dari perkiraan BI di sekitar 5,2-5,6 persen. Pemerintah pun berani memasang target pertumbuhan ekonomi pada 2017 sebesar 5,3-5,9 persen. Target tersebut lebih tinggi dari asumsi dalam APBN Perubahan 2016 yang sebesar 5,2 persen.
Sumber : BERITA SATU
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak

Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar