Selang 20 hari disahkan, UU Pengampunan pajak akan resmi diimplementasikan mulai 18 Juli ini. Isi pokok beleid ini adalah pemberian fasilitas tariff tebusan kepada WNI yang bersedia melaporkan kekayaan riilnya dan merepatriasi dananya yang diparkir di luar negeri.
Isyarat yang terpancar dari UU tersebut adalah tendensi arus dana masuk (capital inflow) akan terus meningkat pada masa datang. Sepanjang Januari hingga 24 Juni, arus dana asing yang masuk mencapai Rp 97 triliun, atau naik tajam 70% dibandingkan dengan periode yang sama 2015 lalu.
Global Financial Integrity (2015) menyebutkan dana WNI yang tercatat di luar negeri mencapai sekitar Rp 3.147 triliun. Dari total dana tersebut, diperkirakan hanya sekitar 60% yang bisa masuk ke program pengampunan pajak. Bank Indonesia (BI) memperkirakan repatriasi aset WNI setidaknya Rp 560 Triliun tahun ini.
Kecenderungan ini perlu diantisipasi sejak dini. Dalam sistem devisa bebas yang berlaku di Indonesia, lalu lintas modal adalah sebuah keniscayaan. Harus diakui, uang panas (hot money) tetaplah uang panas yang sewaktu-waktu dan dalam tempo sekejap, ia bisa keluar dari pasar.
Sayangnya, antisipasi yang dipersiapkan BI untuk menampung dana repatriasi masih terbatas pada sektir finansial. Simpanan valuta asing, misalnya, masih bisa diambil sewaktu-waktu oleh pemilik dana untuk dibawa kabur lagi ke luar negeri.
Persoalan yang sama potensial terjadi pada SBI dalam valuta asing, commercial paper, Sertifikat Deposito BI, dan produk turunannya. Semua instrument portofolio ini bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Alhasil, kemungkinan pemilik dana menjual kembali dan melarikan dananya ke luar negeri tetap terbuka.
Beberapa skenario di atas mengisyaratkan diversifikasii instrument investasi portofolio. Tidak memadainya sektor keuangan domestik akan berefek bumerang. Alih-alih memberikan suntikan likuiditas, dana repatriasi hasil pengampunan pajak potensial menimbulkan gelembung (bubble) bagi perekonomian yang setiap saat bisa pecah.
Secara teori, pada dasarnya seseorang dalam merepatriasi aset akan memilih instrument investasi yang paling menguntungkan yang dihitung atas imbal hasil. Ini berarti imbal hasil yang ditawarkan oleh instrument investasi di sektor finansial harus lebih tinggi daripada tariff tebusan repatriasi.
Investasi sektor riil
Dalam konteks ini, antisipasi terhadap aliran dana repatriasi bisa diarahkan pada alternatif bertenor lebih panjang dengan imbal hasil yang lebih tinggi. Pilihan yang tersedia adalah obligasi negara, obligasi BUMN, atau obligasi infrastruktur. Opsi ini sekaligus mendukung target pembangunan infrastruktur di saat belanja modal APBN terbatas.
Imbal hasil yang lebih tinggi senantiasa melekat pada risiko yang lebih tinggi. Tempo sembilan bulan implementasi pengampunan pajak agaknya telampau singkat bagi pemilik dana untuk merancang strategi investasi dan mengkalkulasi risiko serta prediksi keuntungan jangka panjangnya.
Dalam perspektif yang lebih luas, ada atau tidak ada pengampunan pajak, mobilitas dana tetap terjadi. Kebijakan suku bunga negative yang diterapkan di Eropa dan Jepang, keluarnya Inggris dari Uni Eropa, serta ketidakpastian pasar keuangan global mendorong potensi aliran dana ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kuatnya arus dana masuk tersebut bermuara kembali kepada isu kesigapan dalam mendayagunakannya sehingga tidak menjadi kegiatan yang bersifat spekulatif. Tren arus modal asing tersebut diproyeksikan mencapai titik balik seiring rencana The Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya di semester II tahun ini.
Kegagalan memilah aktivitas spekulasi dan investasi niscaya berakibat pada dikotomi antara sektor keuangan dan sektor riil. Sektor finansial bergerak sendiri, sektor riil tetap terisolasi. Konkretnya, arus dana asing yang masuk tidak membawa kemaslahatan bagi pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan pemerataan pendapatan.
Demi menjami keberlanjutannya dalam jangka panjang, pemerintah diharapkan segera menerbitkan peraturan yang lebih mengunggulkan pilihan investasi langsung ke sektor riil relatif terhadap investasi portofolio. Dalam skema ini, semua arus dana yang masuk terkondisikan untuk mengalir pada bidang usaha manufaktur atau jasa yang terkait langsung dengan kegiatan produksi sebagai underlying-nya.
Penulis : Henry Kuncoro, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Sumber: Harian Kontan , 18 Juli 2016
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar