Harap-Harap Cemas pada Sri Mulyani

JAKARTA – Kinerja tim ekonomi Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo terus menjadi sorotan. Terlebih sejak jabatan Menteri Keuangan diserahkan kembali kepada Sri Mulyani, publik pun harap-harap cemas. Sekjen Pro Demokrasi(Prodem) Satyo Wibowo mengungkapkan, warisan Sri Mulyani bisa dicermati saat ini pengangguran meningkat tajam, jumlah orang miskin terus bertambah, dan pertumbuhan ekonomi gagal tumbuh.

Belum lagi kasus bailout Bank Century, pengampunan pajak BCA dan kasus pengemplangan pajak pengusaha yang tak kunjung tuntas di mana dirjennya saat itu adalah Darmin Nasution yang kini menko perekonomian. Upaya perlawanan kepada BPK tersebut memunculkan dugaan, Sri Mulyani tidak transparan dan terindikasi melindungi manipulator pajak. Kini teka-teki itu terjawab, Sri Mulyani punya tugas khusus menjalankan operasi tax amnesty.

“1000 persen saya yakin tim ekonomi Jokowi bersama Darmin, SMI, Bambang Brodjo, Enggartiasto dan lain-lain dalam waktu cepat atau perlahan-lahan akan mengharamkan kalimat Nawacita dan Trisakti tapi mereka akan mesra dengan investor asing, aseng, asong dan developer,” tutup Satyo yang juga presidium Front Indonesia Semesta (FIS). Satyo menuturkan, semua orang di Indonesia sudah paham kedekatan Sri Mulyani dengan IMF dan Bank Dunia.

”Pengalaman memberi bukti dia (Sri Mulyani) sebagai perpanjangan tangan kepentingan pemodal ‘Asing, untuk menggali potensi keuangan, SDA dan potensi ekonomi Indonesia dalam bungkus investasi,” tegasnya. Prestasi Sri Mulyani hanya terpusat pada pencitraan dan modifikasi indikator ekonomi makro yang cenderung berpihak pada kepentingan atas nama “investor” secara tidak adil.

Lucunya, lanjut Satyo, prestasi yang banyak menuai penolakan dan perlawanan kelompok-kelompok masyarakat di Indonesia, justru menempatkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia versi Emerging Market Forum dan Majalah Euro Money beberapa waktu lalu di zaman SBY. “Sebuah penghargaan yang mengiris hati mengingat sederat kasusnya dibidang ekonomi dan diwariskan ke dalam situasi dan keadaan ekonomi bangsa ini hingga kini,” kritiknya.

Menurut Satyo, warisan Sri Mulyani bisa dicermati saat ini pengangguran meningkat tajam, jumlah orang miskin terus bertambah, dan pertumbuhan ekonomi gagal tumbuh. Belum lagi kasus bailout Bank Century, pengampunan pajak BCA dan kasus pengemplangan pajak pengusaha yang tak kunjung tuntas di mana dirjennya saat itu adalah Darmin Nasution yang kini menko perekonomian.

Mengandalkan Komoditas

Pengamat ekonomi dari Sustainable Development Dradjad Wibowo juga menyangsikan Sri Mulyani. ”Saya sangsi. Ketika Sri Mulyani menjadi Menkeu, siklus perekonomian Indonesia sedang naik. Salah satu faktornya adalah naiknya kepercayaan dan ekspektasi pasar terhadap Presiden SBYsaat itu,” ujarnya. Menurut Dradjad, Bambang Brodjonegoro yang posisinya digantikan dengan Sri Mulyani, sedang apes.

Karena siklus ekonomi global sedang turun. Indonesia terlalu mengandalkan komoditas, sehingga ketika harga komoditas anjlok, pertumbuhan ekonomi turun, penerimaan pajak tidak memenuhi target dan seterusnya. Namun rekam jejak Sri Mulyani, menurut Dradjad, justru reformasi birokrasi malah menambah beban belanja negara dengan kenaikan tunjangan bagi birokrat.

“Apakah birokrasi makin bersih? Kasus Gayus, suap SKK migas, KKN di lapas dan lainnya adalah bukti bahwa reformasi birokrasi yang dimulai di Pajak dan Bea Cukai tidak banyak memberi hasil, kecuali belanja pegawai membengkak drastis,” kilahnya. Masih kata Dradjad, Sri Mulyani tidak segan membebani APBN dengan kupon (bunga) obligasi yang sangat tinggi.

Obligasi termahal, ungkap dia, terbit jaman saat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. “Meski siklus ekonomi dunia membaik, Indonesia di bawah trio almarhum Yusuf Anwar, Sri Mulyani dan Boediono mengalami pertumbuhan yang memang cepat, tapi tidak berkualitas,” ujarnya lagi.

 

Sumber : SuaraMerdeka.com

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com

 

 



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar