KETIKA program amnesti pajak hendak diluncurkan, pemerintah menjelaskan bahwa sasaran program ini adalah dana WNI yang diparkir di luar negeri. Tetapi, begitu undang-undang mengenai hal itu terbit, mengapa sasarannya beralih ke wajib pajak lokal, termasuk rakyat biasa?
Kita tahu, pemerintah sekarang memang sedang kesulitan keuangan. Sementara, banyak orang kaya menyimpan uang di luar negeri dan lolos dari kewajiban membayar pajak.
Dana WNI yang diparkir di luar negeri, seperti dilansir sejumlah media, tersebar di berbagai negara. Di Singapore saja ada sekitar Rp4.000 triliun. Ada juga yang di Swiss, Dubai, Lexemburg, Hongkong, Virgin Island, Panama, dan lain-lain, sekitar Rp7.000 triliun. Total Rp11.000 triliun.
Angka itu bukan sekadar isu. Sampai-sampai, Bambang Brojo (sebelum diganti Sri Mulyani Indrawaty sebagai Menkeu) menyebutkan, pemerintah telah memegang wajib pajak yakni para WNI yang menyimpan dana di sejumlah negara tersebut. Maka, ketika pemerintah mewacanakan lahirnya UU Amnesti Pajak, publik pun menyambut baik gagasan tersebut, meski di tengah pro dan kontra.
Begitu UU lahir, tak kurang Presiden Jokowi pun turun tangan melakukan kampanye. Rakyat semakin yakin ketika Presiden Jokowi mengatakan bahwa WNI yang menyimpan dana di luar negeri itu melanggar hukum pidana pajak.
Sederhananya, pemerintah siap memberi pengampunan pajak, asal mereka bertobat dan mau menyimpan uangnya di dalam negeri. Tetapi, apa yang terjadi? Meleset. Target pemerintah di luar perhitungan. Ketika Presiden Jokowi mengatakan bahwa bulan September kita akan banjir dana dari program pengampunan pajak, banyak pengamat sinis menanggapi.
Hingga akhir Agustus kemarin, sesuai catatan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, uang yang terkumpul dari kebijakan pengampunan pajak mencapai Rp2,14 triliun. Jumlah ini baru mencapai 1,3 persen dari target pemerintah, Rp165 triliun.
Dilaporkan pada situs resmi Ditjen Pajak, jumlah tersebut berasal dari uang tebusan wajib pajak orang pribadi non-UMKM Rp1,79 triliun dan dari wajib pajak orang pribadi UMKM Rp 126,9 miliar. Sebagian dari usaha non-UMKM sebesar Rp212,5 miliar dan dari UMKM Rp5,41 miliar.
Begitu target amnesti pajak diproyeksikan akan gagal, program ini pun dibelokkan ke dalam negeri, menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah. Aset rakyat yang tanpa transaksi pun dihajar. Masyarakat bergejolak.
Menyikapi gejolak itu, pemerintah menerbitkan juklak Nomor 11/PJ/2016. Juklak ini menetapkan bahwa orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada tahun pajak terakhir di bawah PTKP Tpenghasilan tidak terkena pajak), dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti amnesti pajak.
Meski begitu, gejolak tidak serta-merta berhenti. Sejumlah pihak berencana mengajukan uji materi UU Pengampunan Pajak ke Mahkamah Konstitusi. Kalau MK mengabulkan uji materi itu, pemerintah harus membatalkan UU tersebut. Tentu, ini sebagai pelajaran bagi pemerintah dan DPR agar pembuatan UU tidak sembrono. Apalagi mau menarget para pengusaha nakal, bisa-bisa UU yang telah dibuat bak macan kertas. Kita tunggu keputusan MK.
Penulis : Harmoko
Sumber : poskotanews.com
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar