Periksa Dana Peserta Tax Amnesty, Singapura Dinilai Terapkan Standar Ganda

7de66-tax2bamnesty2b2

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sudah mengklarifikasi kabar pihak Singapura menghambat WNI yang menyimpan dana di sana untuk mengikuti tax amnesty. Seperti diketahui, unit kepolisian Singapura yang menangani kejahatan keuangan, Commercial Affairs Department (CAD) meminta bank untuk mengecek transaksi mencurigakan jika ada nasabahnya ikut tax amnesty.

Pihak Singapura melakukan ini berdasarkan pada ketentuan Financial Action Task Force (FATF), ini adalah lembaga internasional di mana Singapura menjadi salah satu anggotanya. Menurut ketentuan itu, bank di Singapura harus melaporkan jika ada transaksi yang mencurigakan (Suspicious Transaction Report/STR).

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, Singapura telah menerapkan standar ganda dalam kebijakan tersebut.

“Singapura standar ganda di sini. Saat duitnya masuk tidak mempersoalkan, ketika mau keluar dia persoalkan soal money laundring. Seharusnya, kalau konsisten, dicek juga duitnya dari money laundring atau tidak,” ujar Prastowo saat dihubungi detikFinance, Sabtu (17/9/2016).

Oleh sebab itu, dia meminta pemerintah tidak hanya mengklarifikasi, tetapi juga mengkaji apakah FATF itu memberikan kewenangan kepada Singapura untuk menginvestigasi dari mana asal dana para nasabah. Sebab, Prastowo mengatakan, Singapura hanya diberi kewenangan untuk melapor ke negara asal nasabah soal transaksi mencurigakan tersebut.

Sedangkan sanksi pidana merupakan urusan dari negara asal nasabah.

“Jadi Singapura paling banter hanya melaporkan ke Indonesia. Karena pidana, kalaupun ada, itu Indonesia yang berwenang. Di situ, Singapura bluffing, menakut-nakuti, supaya orang-orang tidak membawa pulang uang ke Indonesia. 60% uang yang beredar di Singapura saya kira dari orang Indonesia,” kata Prastowo

“Jika masalah ini sudah clear, maka pemerintah harus segera menyampaikan untuk tak perlu khawatir mengikuti tax amnesty,” Prastowo melanjutkan.

Dia menambahkan, terlepas dari masalah Singapura ini, pemerintah harus meninjau kembali soal insentif tarif tebusan, yaitu 2%, bagi yang melakukan repatriasi harta, dan 4% bagi yang hanya melaporkan harta di luar negeri. Prastowo mengatakan, pemerintah harus menyadari skema tarif tebusan ini terlalu pendek sehingga tak terlalu menarik untuk melakukan repatriasi.

Selain itu, investasi yang disiapkan untuk dana hasil repatriasi belum konkret, dan ini harus menjadi perhatian pemerintah agar orang tertarik untuk repatriasi.

“Kita harus mengakui repatriasi ada problem karena insentif yang ditawarkan tidak telalu menarik. Jadi mungkin, perang psikologis Singapura ini berpengaruh membuat orang Indonesia mengurungkan niat repatriasi,” pungkas Prastowo.

Sumber : DETIK

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar