Amnesti Pajak untuk Siapa?

Hasil gambar untuk amnesti pajakPernyataan Menteri Keuangan bahwa ada delapan konglomerat yang tak memiliki NPWP menimbulkan kehebohan. Meskipun tidak menyebut nama, pernyataan yang disampaikan di tengah berlangsungnya program amnesti pajak menimbulkan kembali pertanyaan mendasar, siapa yang dapat memanfaatkan program amnesti pajak ini.

Amnesti pajak untuk WNI atau wajib pajak? Istilah “warga negara Indonesia” dan “wajib pajak” sama-sama digunakan dalam UU Pengampunan Pajak. Istilah “warga negara Indonesia” tercatat muncul sebanyak dua kali di bagian penjelasan. Sementara istilah wajib pajak berulang kali muncul baik di batang tubuh maupun bagian penjelasan.

WNI dan wajib pajak merupakan dua istilah berbeda. Definisi WNI tentunya merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kewarganegaraan. Demikian pula definis wajib pajak merujuk pada ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dengan demikian dua subjek ini dapat beririsan satu sama lain dan dapat pula berdiri sendiri. Seorang WNI bisa jadi bukan wajib pajak dan sebaliknya seorang wajib pajak dan sebaliknya seorang wajib pajak bisa jadi bukan WNI. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan, lalu siapakan subjek pengampunan pajak? WNI atau wajib pajak?

Jawaban pertanyaan tersebut sebenarnya sederhana. Pasal 3 ayat (1) UU Pengampunan Pajak menyebutkan bahwa setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Dengan demikian, subjek pengampunan pajak adlah wajib pajak bukan WNI. Mengingat bahwa UU Pengampunan Pajak tidak mengatur secara spesifik siapa yang disebut wajib pajak tentunya merujuk pada ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dua jenis wajib pajak

Setelah mengetahui bahwa hak untuk mendapatkan pengampunan pajak dimiliki wajib pajak, pertanyaan selanjutnya adalah wajib pajak yang mana yang bisa diampuni mengingat UU Pajak Penghasilan (PPh) mengatur terdapat dua jenis wajib pajak, wajib pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri. Penjelasan pasal 3 ayat (1) UU Pengampunan Pajak menjelaskan bahwa wajib pajak yang berhak mendapatkan pengampunan pajak adalah wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan penjelasan pasal 2 ayat (2) UU PPh maka wajib pajak yang dapat memanfaatkan program pengampunan pajak adalah wajib pajak dalam negeri karena hanya wajib pajak dalam negeri yang wajib menyampaikan SPT Tahunan pajak penghasilan, sementara wajib pajak luar negeri tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Wajib pajak dalam negeri pada prinsipnya adalah subjek pajak dalam negeri yang menerima penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPh . Berdasarkan pasal 2 ayat (3) UU PPh, subjek pajak dalam negeri adalah:

a. orang prbadi yang:

  1. bertempat tinggal di Indonesia, atau;
  2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau;
  3. dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untu bertempattinggal di Indonesia

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Apabila terdapat orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri di atas maka orang pribadi atau badan tersebut merupakan subjek pajak luar negeri. Pengaturan mengenai siapa yang dapat memanfaatkan pengampuann pajak sebenarnya telah dipertegas pada pasal 1 ayat (3) Peraturan Dirjek Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 yang menyatakan bahwa WNI yang tidak bertempat tingal di Indonesia lebih dari 183 har dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan subjek pajak luar negeri dan dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak.

Namun demikian, ketentuan ini tidak eksplisit menyebutkan kapan cut off  status subjek pajak luar negeri itu disandang oleh seorang WNI. Salah satu syarat mendapatkan pengampunan pajak aadalah telah melaporkan SPT. Tahunan PPh terakhir (secara umum dapat diartikan sebagai SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015). Mengingat bahwa yang wajib melaporkan SPT Tahunan PPh adlaah wajib pajak daam negeri maka dapat disimpulkan bahwa mereka yang berhak mengikuti pengampunan pajak adalah mereka yang memiliki status sebagai wajib pajak dalam negeri pada tahun pajak 2015.

Ketentuan pasal 1 ayat 3 PER-11/PJ/2016, menurut pendapat penulis, hanya bersifat mempertegas bukan mempersempit definisi subjek pajak luar negeri sebagaimana diatur UU PPh. Dengan demikian, sebagai contoh, WNI yang di 2015 bertempat tinggal di Indonesia (permanent dwelling place) tetap merupakan subjek pajak dalam negeri yang menjadi subjek pengampunan pajak meski yang bersangkutan berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan.

Begitu pula, misalnya, seorang WNA yang pada 2015 berada di Indonesia dan telah mendapatkan dokumen visa bekerja dengan waktu lebih dari 183 hari. dalam 12 bulan.

Begitu pula, misalnya, seorang WNA yang pada 2015 berada di Indonesia dan telah mendapatkan dokumen visa bekerja dengan waktu lebih dari 183 hari, maka yang bersangkutan juga merupakan subjek pajak dalam negeri yang menjadi subjek pengampunan pajak karena telah memiliki niat bertempat tinggal di Indonesia yang ditunjukkan melalui visa bekerja itu (ketentuan lebih rinci mengenai penentuan subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri mengacu ke PER-43/PJ/ 2011).

Dari kasus 8 konglomerat pada awal artikel ini dapat terjadi bahwa mereka memang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri, meskipun demikian analisa mendalam perlu dilakukan untuk menguji apakah konglomerat tersebut juga merupakan subjek pengampunan pajak. Penentuan subjek pengampunan pajak menjadi penting bukan karena di dalamnya mengandung hak mendapat pengampunan tapi lebih karena adanya konsekuensi apabila seseorang tidak menggunakan hak itu.

Pasal 18 ayat (2) UU Pengampunan Pajak menjelaskan bagi mereka yang tidak menggunakan haknya dlaam pengamppunan pajak dan DJP menemukan harta yang belum dilaporkan dalam SPT paling lambat 30 Juni 2019 maka harta itu dianggap sebagai tambahan penghasilan saat ditemukan dan dikenai sanksi sesuai ketentuan. Hal yang perlu juga disadari adalah penentuan subjek pengampunan pajak dapat menjadi subjek pengampunan pajak dapat menjadi sesuatu yang kompleks dan cukup rumit dan dalam beberapa kasus tidak beririsan dengan status kewarganegaraan.

Penulis: I Wayan Agus Eka

Sumber: Harian Kontan, 30 Desember 2016

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com

 



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: