JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan merevisi Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 03 Tahun 2017 yang mengatur soal Laporan Penempatan Harta Peserta Amnesti Pajak.
Dengan revisi tersebut, penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan dan/atau penempatan harta tambahan tidak diwajibkan bagi Wajib Pajak (WP) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pengecualian pelaporan juga berlaku bagi WP yang harta tambahannya berada di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia atau hanya deklarasi luar negeri.
Atas kebijakan itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengaku menyambut baik. “Harta peralihan investasi tidak perlu dilaporkan. Ini keberpihakan kepada UMKM,” kata Ikhsan kepada KONTAN, Selasa (6/3).
Meski tak diwajibkan menyampaikan laporan penempatan harta pengampunan pajak, WP UMKM tetap wajib mencantumkannya dalam surat pemberitahuan pajak tahunan atau SPT. Selama amneti pajak, jumlah WP UMKM yang mengkuti pengampunan pajak sebanyak 431.000 WP dari total 972.000 WP yang ikut program tersebut.
Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Roni Bako menilai, secara teori, revisi dari beleid ini memang baik, tetapi dalam pelaksanaannya tidak akan mudah. “Sebab, WP yang tahu persis hartanya. Sedangkan Kantor Pajak Pratama (KPP) hanya menerima SPT yang telah disi WP. Masalahnya, apakah SPT tersebut telah diisi dengan benar? Hal ini yang akan bermasalah,” kata Roni.
Sementara itu Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut, revisi aturan ini ada celah kelemahan. Pasalnya UMKM sebenarnya ada yang skalanya cukup besar, tetapi omzet di SPT dikecilkan agar statusnya jadi UMKM.
“Seharusnya tetap lapor soal penempatan harta WP yang dimaksud, tapi disederhanakan saja. Aturan ini menjadi tidak ideal karena ada yang namanya UMKM semu. Apalagi yang deklarasi luar negeri juga tak perlu lapor, mereka kalah dengan WP karyawan,” ujar Yustinus. Menurutnya revisi ini tidak selaras dengan tujuan amnesti pajak.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, niat Ditjen Pajak merevisi aturan ini adalah ingin memastikan siapa-siapa saja yang wajib melaporkan penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan.
“Jadi kami mau klarifikasi dan balik ke Undang-Undang (UU) bahwa yang wajib melaporkan penempatan harta adalah WP yang menggunakan tarif 2%, 3%, dan 5%, atau kalau di luar negeri, yang tidak wajib dilaporkan berarti gunakan tarif 4%, 6%, dan 10% saat amnesti pajak,” jelasnya.
Dalam amnesti pajak, tarif tebusan 2%, 3%, dan 5% diberikan bagi WP yang repatriasi ke dalam negeri dan deklarasi dalam negeri. Sedangkan tarif 4%,6%, dan 10% untuk deklarasi harta di luar negeri.
Sumber: http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan