Pengampunan pajak berjalan diharapkan dapat menambah jumlah wajib pajak, Kamis, 19 November 2015. Saat ini jumlah pembayar pajak dari perorangan tidak mencapai 1 juta wajib pajak, sedangkan dari wajib pajak badan masih di bawah 500 ribu. “Ini salah satu kendala kami,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama.
Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Darussalam, mengatakan kebijakan ini tidak cukup sekadar menambah jumlah penerimaan pajak, tapi juga untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. “Pengampunan pajak ini tidak cukup diletakkan jangka pendek, tapi harus dalam kerangka panjang,” katanya.
Ia menuturkan pengampunan pajak diperlukan karena sebagian besar wajib pajak di Indonesia tidak taat. Hal itu terlihat dari penurunan jumlah pemasukan surat pemberitahuan (SPT) sepanjang 2010-2013 dari 53 persen menjadi 37 persen. “Ditambah kita juga tidak tahu, apa data yang dimasukkan sudah benar atau tidak,” ujarnya.
Pengampunan pajak bukan sesuatu yang buruk karena sudah banyak negara melakukan hal yang sama, seperti Italia dan India. Menurut Darussalam, belajar dari negara-negara tersebut, kata kunci kesuksesan pengampunan pajak ada di data yang dimiliki otoritas perpajakan. “Sebab, saat ini ada momentum tepat menjelang berlakunya kesepakatan pertukaran informasi perbankan (AEoI),” ucapnya.
Komite Tetap Perpajakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Herman Juwono berpendapat dunia usaha mengapresiasi kebijakan ini, asalkan mempunyai tujuan yang baik, bukan merupakan perangkap. Menjelang implementasi Automatic Exchange of Information (AEOI), dunia usaha meminta Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak perlu menjamin kepastian hukum. “Jangan sampai informasi tersebar luas,” tuturnya.
Menurut anggota Komisi X DPR, Misbakhun, pengampunan pajak merupakan pilihan kebijakan dalam situasi yang terbatas akibat ruang fiskal yang sempit. Sebab, saat ini, satu-satunya cara agar pemerintah tidak berutang adalah lewat pengampunan pajak. “Sebab, berdasarkan amanat konstitusi, defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen,” katanya.
Misbakhun menambahkan, hal ini penting karena pilihan kebijakan pemerintah sangat terbatas. Bila tidak mendorong pertambahan pajak, konsekuensinya terjadi pemotongan belanja pemerintah, volume ekonomi berkurang, pertumbuhan ekonomi terganggu, dan berujung pada menurunnya penerimaan pajak.
Sumber: CNN Indonesia
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan