Masih Banyak “if” untuk Rencana Ubah Tarif PPh

34Kendati belum ada pertanda ekonomi global akan membaik dalam waktu dekat, pemerintah tetap optimistis menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2016. Penerimaan pajak, pendapatan utama APBN ditargetkan mencapai Rp 1.546,7 triliun, naik 3,85% dari target di APBNP 2015. Sejumlah kebijakan disiapkan agar target tercapai, seperti tax amnesty dan kemudahan revaluasi aset.

Keraguan terhadap pencapaian target penerimaan pajak ssejatinya sudah muncul di semester pertama. Penerimaan pajak mengalir lambat mengikuti roda ekonomi yang sedang lesu.

Pajak yang terkumpul per 22 November silam baru Rp 828,93 triliun, atau setara 64% dari target. Skenario pesimistis yang versi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, target penerimaan di APBN Perubahan (APBNP) 2015 hanya terealisasi 85%.

Lantas, apa upaya yang akan dilakukan pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak di tahun depan? Bagaimana sosok kebijakan tax amnesty yang disiapkan Ditjen Pajak?

Untuk menjawab beragam pertanyaan seputar pajak, Wartawan KONTAN Thomas Hadiwinata dan Amailia Putri H. mewawancarai Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito. Berikut nukilan dari wawancara yang berlangsung Selasa pekan lalu di Jakarta.

KONTAN : Kebijakan Ditjen pajak tahun ini terkesan maju-mundur. Ada pengetatan, tetapi di lain waktu justru ada pelonggaran?

SIGIT : Memang ada tiga kebijakan yang dicabut. Kewajiban melampirkan bukti potong pajak penghasilan atas bunga deposito, perubahan bea meterai dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa jalan tol. Tetapi jangan lantas digeneralisasi kebijakan kami tidak jelas atau maju mundur. Selain tiga kebijakan tadi, tidak ada kebijakan yang diubah-ubah, kok.

KONTAN : Apa dampak pencabutan tiga kebijakan itu?

SIGIT : Hitungan awal kami, tiga kebijakan itu memiliki potensi penerimaan Rp 153 triliun. Ketiganya termasuk kebijakan inti yang kami rumuskan bersama di sini untuk mencapai target tahun ini.

Tahun ini, mencari penerimaan pajak memang sulit. Tapi kami coba jalani aja. Ternyata sampai Juni, penerimaan jelek sekali. Di bulan Juli, saya mengaku target tidak akan tercapai agar kita bisa siap-siap. Saya nyatakan waktu itu Shortfall penerimaan pajak sekitar Rp 120 triliun. Saya mengaku bukan karena menyerah, tetapi agar kita menyusun alternatif pembiayaan. Alhamdullilah karena terbuka, APBN aman.

KONTAN : Kebijakan mewajibkan bukti potong itu mendapat banyak tantangan, ya?

SIGIT : Ada hambatan dari perbankan, BI dan OJK. DPR juga keberatan. Alasan penolakan waktu itu, bank takut nasabahnya kabur. Waktu itu, presiden mengatakan, coba membuat aturan yang tidak menimbulkan gaduh. Ya, saya ikut saja daripada memaksakan lalu situasi tidak nyaman. Belajar dari situ, setiap membuat kebijakan, saya selalu diskusi dulu dengan asosiasi. Biar jangan gaduh, tetapi target pajak tetap tercapai.

KONTAN : Apa itu mungkin?

SIGIT : Faktanya, ya, tidak bisa juga. Maka kami buat kebijakan pengganti, reinventing policy.

KONTAN : Seberapa efektif reinventing policy?

SIGIT : Efektif, Cuma karena taget terlalu tinggi, seolah-olah tidak ada hasilnya.

KONTAN : Anda setuju cara tercepat menarik investasi dengan memangkas tarif pajak?

SIGIT : Kita harus berpikir panjang. Selama basis pajak belum berubah, penurunan tarif hanya akan membuat penerimaan pajak turun. Basis pajak harus naik dulu.

KONTAN : Hasil reinventing dalam memperluas basis pajak ini bisa diukur?

SIGIT : Kami tidak mengukur itu. Tapi kalau kita membandingkan pertumbuhan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas di tahun ini dengan di tahun sebelumnya akan tampak hasil reinventing itu. Per 22 November, PPh Non Migas tahun ini tumbuh 10,13%, sedang tahun lalu Cuma 7,9%. Mengapa tahun ini bisa tumbuh lebih besar daripada tahun lalu, padahal kondisi ekonominya lebih jelek? Itu hasil reinventing policy.

KONTAN : Program reinventing selesai tahun ini, lalu mengapa target pajak di 2016 tetap tinggi?

SIGIT : Menghitung target pajak itu harus hati-hati. Kita harus melihat tax ratio sekarang 11%. Lalu, kita harus hitung pertumbuhan ekonomi, yang tahun depan diasumsikan 5,3%. Karena nilai nominal naik sesuai inflasi, kita juga harus hitung inflasi. Tahun depan, pertumbuhan plus inflasi 10%. Kalau target pajak naik 10%, berarti tax ratio tetap 11%. Jadi saya tambahkan 5% untuk target pajak. Itu baru pertumbuhan yang wajar. Best practices di luar negeri, tax ratio naik paling 1%. Jadi, tax ratio tahun depan diharapkan 12%.

Anggap, pencapaian tahun ini 85%, hingga sekitar Rp 1.100 triliun. Ada kenaikan 15% berarti Rp 1.265 triliun. Kalau mau lebih, harus ada effort lain. Apa bentuknya? Ya, tax amnesty. Itu kami hitung juga.

KONTAN : Apa pemerintah serius memberlakukan tax amnesty? Hitungan targetnya seperti apa?

SIGIT : Kami sangat serius. Target penerimaan pajak yang dipasang di APBN 2016 sebesar Rp 1.360 triliun, lebih tinggi dari hitungan tadi, yaitu Rp 1.265 triliun. Selisih Rp 95 triliun itu darimana? Dari tax amnesty senilai Rp 80 triliun, dan dari revaluasi aktiva tetap Rp 15 triliun. Angka Rp 80 triliun dari mana? Kami memakai angka minimal dana yang masuk dari Singapura Rp 2.000 triliun. Jika tarifnya 4% dapat berapa? Ya, Rp 80 triliun.

KONTAN : Ada skeptisme karena kita pernah dua kali gagal menjalankan tax amnesty di masa lalu?

SIGIT : Situasinya berbeda. Sekarang wajib pajak (WP) itu ada tekanan untuk mengikuti. Menteri Keuangan (menkeu) berniat memberlakukan era automatic exchange of information pada Juli 2017. Di masa itu, tiap bank wajib men-declare data ke negara-negara asal nasabah, kalau diminta.

KONTAN : Mengapa kita tak memperluas basis data dahulu di era informasi terbuka itu, baru melakukan tax amnesty?

SIGIT : Kita perlu duitnya sekarang untuk membangun. Kalau menunggu tahun 2019, takutnya keburu ekonomi amburadul. Kalau ada tax amnesty, duit bisa mengalir ke sini. Ekonomi akan tumbuh.

KONTAN : Apa rencana ini sudah disosialisasikan?

SIGIT : Pembahasan antar kementerian. Presiden akan membuat surat ke DPR agar ini masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Semula, ingin masuk Prolegnas 2015. Tapi karena sudah November, rencana itu tidak masuk akal lagi. Apa bisa buat Undang-Undang (UU) dalam sebulan?

KONTAN : Jadi inisiatif pemerintah, bukannya DPR?

SIGIT : Begini, pemerintah punya usul, DPR pun punya inisiatif mengajukan draf, pemerintah juga punya hak inisiatif.

KONTAN : Apa pemerintah punya draft sendiri, atau sama dengan draf Oktober lalu dibahas di DPR?

SIGIT : Untuk draf, sekarang sedang dalam pembahasan naskah akademik di panitia antar kementerian. Yang dibahas di DPR dulu bukan draft kami. Kami tidak bicara pengampunan untuk pidana lain, hanya pengampunan pajak. Jadi, WP men-declare hartanya yang belum dilaporkan. Nilai harta itu setelah dipotong dengan utang, dikenakan tarif tebusan.

KONTAN : Bagaimana isi draft versi pemerintah? Tarif tebusannya berapa?

SIGIT : Intinya, kami menawarkan tax amnesty untuk dana atau harta, yang berada di dalam maupun luar negeri. Dulu memang hanya menyasar luar negeri. Soal tariff, akan sama, tidak ada perbedaan.

KONTAN : Mengapa awalnya menyasar hanya luar negeri?

SIGIT : Di awal tahun, menkeu sempat ke Singapura untuk mengecek apa benar dana orang Indonesia di sana sedemikian besar. Dapatlah kajian dari McKinsey, yang mengestimasi ada harta orang Indonesia setara Rp 3.000 triliun yang parkir di Singapura. Uang itu sangat berarti kan kalau bisa masuk ke sini. Muncul konsep tax amnesty untuk menarik dana itu. Tantangan atas ide itu harusnya sedikit karena kita memang tidak bisa menuntut apa-apa.

Kalau di dalam negeri, kami sebetulnya ingin menunggu kerjasama dengan perbankan. Kami merasa bisa mengejar melalui pengumpulan data. Tapi karena hasil pembicaraan berikutnya, dalam negeri masuk, ya sudah.

KONTAN : Seberapa cepat tax amnesty bisa berjalan setelah UU berlaku?

SIGIT : Kami upayakan 1 bulan. Saya berharap Januari sudah bisa running. Kami sudah siapkan semua aturan turunannya. Jadi, begitu UU sudah ada, kami sudah siap mensosialisasikan.

KONTAN : Apa tarifnya tetap 3%, 4% dan 6%?

SIGIT : Tarif belum jadi, karena itu saya belum bisa bicara. Angka dari kami memang seperti itu. Tetapi ada input baru, yang arahnya akan lebih rendah, biar lebih menarik.

KONTAN : Siapa yang akan menjadi pelaksananya?

SIGIT : Administrasi pasti dipegang pajak. Nanti kami siapkan sistim informasi teknologinya. Jadi tax amnesty berlangsung melalui e-filling. WP tidak melapor dengan datang ke kantor pajak. Mereka daftar melalui akun yang akan kami create.

KONTAN : Setelah tax amnesty, kabarnya ada pemangkasan tariff PPh?

SIGIT : Pemangkasan tarif kalau tax amnesty sudah jalan, hingga basis pajak semakin luas. Tapi rencana itu masih banyak if. Kalau tax amnesty jalan, kalau kepatuhan naik, kalau tax ratio meningkat.

KONTAN : Apa benar tariff PPh badan akan turun menjadi 18%? Lantas apa tariff PPh untuk WP perorangan juga akan turun dengan proporsi yang sama?

SIGIT : Jangan omong tariff dulu. Kami juga belum punya formulanya. Yang pasti pertimbangan pertama kami sebelum memangkas tariff adalah jangan sampai tax ratio turun. Target kami tetap tax ratio naik 1% setiap tahun.

KONTAN : Apa benar ada usulan mengubah mekanisme perhitungaan PPN berubah menjadi GST (Good and Services Tax) di luar negeri?

SIGIT : Memang banyak pengusaha yang berharap seperti itu. Tetapi yang menggodok kan kami. Sejauh ini, tidak ada rencana UU PPN berubah. Bagi kami, inti usulan itu adalah pebisnis ingin bayarnya lebih murah. Tetapi coba kalau mereka membayar seperti sekarang, apa ada masalah? Kan bisnisnya tetap hidup. Mengapa harus minta diringankan dengan mengubah sistim? Kalau memang perubahan sistim untuk meningkatkan kepatuhan atau penerimaan, kami oke.

KONTAN : Apa ada dampak buruk dari paket kebijakan pemerintah terhadap penerimaan pajak?

SIGIT : Memang ada banyak tax allowance dan tax holiday. Tapi itu kan untuk investasi baru, jadi tidak ada dampaknya bagi penerimaan pajak.

Yang membuat turun itu kebijakan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Hitungan kami, pajak turun sekitar Rp 7 triliun-Rp 8 triliun. Kebijakan penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah untuk barang elektronik, tas dan lainnya juga berefek. Penerimaan yang hilang itu Rp 800 miliaran. Tapi itu diimbangi dengan penerimaan PPN yang naik.

 

Sumber: Kontan

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:Pengampunan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: