Saat pemerintah sangat agresif mengejar wajib pajak tanah air melalui berbagai program, salah satunya tax amnesty, ada satu objek pajak yang tampak di depan mata: over the top (OTT) atau perusahaan internet. Kendati kasat mata, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus bekerja ekstra keras mengejar OTT.
Mengutip Tabloid KONTAN, 26 September -2 Oktober 2016, data pajak akhir 2015 menyebutkan, pasar iklan OTT yang beroperasi di Indonesia, mencapai US$ 830 juta. Dengan asumsi kurs Rp 13.000 per dollar Amerika Serikat (AS), nilainya sekitar Rp 10,8 triliun.
Dari angka di atas, Google dan Facebook menguasai 70% atau sekitar Rp 7,6 triliun. Dari nilai tersebut, Google menguasai sekitar 70%-an. Artinya, Google menguasai pasar iklan senilai Rp 5,32 triliun atau hampir separuh dari total nilai pasar iklan di Indonesia yang nilainya Rp 10,86 triliun tadi.
Menggiurkan. Tapi sementara, Ditjen Pajak hanya bisa menelan air liur. Pemerintah dan Pajak harus terus berupaya keras mengejar pajak dari Google. Di berbagai negara, OTT ini memang kerap bermasalah. Bak belut nan licin, sulit bagi banyak negara mengutip pajak dari OTT. Anehnya, kementerian teknis dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika malah berkutat mengurus masalah interkoneksi dan network sharing melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 52/2000 dan No. 53/2000 ketimbang merampungkan Peraturan Menteri (Permen) tentang OTT.
Tadinya Permen OTT itu akan selesai pada Maret 2016 lalu, tapi ternyata molor, sehingga mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 3/2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/ atau Konten Melalui Internet.
Permen OTT sendiri, rencananya baru muncul akhir 2016 nanti. Alasannya, untuk mengeluarkan aturan ini memerlukan konsultasi public.
Sementara Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana mengultimatum seluruh pemain OTT dan e-commerce asing agar membentuk Badan Usaha Tetap (BUT) selambat-lambatnya Maret 2017.
Kemudian jika pemain OTT asing tidak membentuk BUT pada maret 2017, layanan OTT segera diblokir oleh Kemkominfo. Sebelum memblokir total, sebaiknya dipersiapkan OTT lokal yang bisa menandingi OTT asing. Tapi, hal ini sepertinya hanya mimpi di siang bolong, mengingat waktu yang amat mepet.
Namun, masih ada waktu. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo harus fokus membenahi OTT. Bagaiana industri telekomunikasi ? biarkan mereka bersaing seperti sekarang.
Sumber: http://www.pemeriksaanpajak.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:pemeriksaan pajak

Tinggalkan komentar