Ditjen Pajak Batalkan Obral Bukper

JAKARTA . Tak ada angin tak ada hujan, Ditjen Pajak tiba-tiba membatalkan sebagian besar bukti permulaan (bukper) yang sebelumnya dikeluarkan secara masif beberapa bulan terakhir.

Menurut informasi yang dihimpun Bisnis, pembatalan itu dilakukan karena kabar soal obral bukper tersebut sempat di dengar oleh kalangan istana. Selain itu, pembatalan itu merupakan reaksi positif terhadap keluhan wajib pajak terkait dengan langkah agresif Ditjen Pajak dalam mengejar target penerimaan tahun ini.

Disamping dikeluhkan pengusaha, informasi yang diterima Bisnis mengungkap bahwa obral bukper itu juga mendapatkan tanggapan di internal otoritas pajak. Mereka khawatir langkah itu justru mengikis kepercayaan wajib pajak (WP) yang akan menambah berat kinerja Ditjen Pajak ke depannya.

Kemarin jajaran pimpinan Ditjen Pajak menggelar rapat dengan keputusan membatalkan sebagian besar bukper. Hanya saja menurut sumber Bisnis, pencabutan bukper dilakukan secara informal tanpa ada surat pencabutan resmi.

Ditjen Pajak sendiri masih bungkam soal kabar pencabutan bukper tersebut Direktur Penegakan Hukum Ditjen  Pajak Dadang Suwarna tak merespon saat dikonfirmasi soal pembatalan bukper.

Begitu pula dengan Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Dirjen Pajak Hestu Yoga Saksama juga tak menjawab pertanyaan Bisnis.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga tak ingin berkomentar soal kabar pencabutan bukper tersebut. Saat di tanya, dirinya memilih untuk diam dan terus berjalan meninggalkan aula Mezzanine usai melakukan konferensi pers terkait APBN 2018, Rabu (25/10).

Kendati demikian, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi saat ditemui di Bogor Selasa lalu mengatakan kendati sempat memunculkan polemik tetapi persoalan tersebut telah diselesaikan.

“Kemarin kan sudah, enggak ada masalah kok semuanya sudah selesai,” ungkapnya,

Bhima Yudistira, ekonom Indef, mengatakan pembatalan pencabutan bukper itu menunjukkan bahwa Ditjen pajak tidak memiliki perencanaan yang matang. Pembatan itu juga memperlihatkan bahwa kebijakan itu hanya untuk kepentingan jangka pendek.

“Ini bukti perencanaan pajak hanya jangka pendek tidak punya grand design jangka panjang. Hal ini bisa memicu distrust dari masyarakat,” imbunya.

Bukper lanjut diam merupakan langkah yang kontraproduktif terhadap upaya meningkatkan penerimaan pajak. Jika bukper, termasuk mengejar denda yang cukup besar , di jadikan prioritas justru akan membuat banyak pengusaha menolak bayar pajak.

Sebaiknya pemerintah harus mengakulasi dampak pengejaran pajak yang agresif terhadap perekonomian. Dampak turunnya kepercayaan diri pengusaha dalam melakukan ekspansi akibat dikejar petugas pajak bisa berakibat anjloknya penerimaan PPh dan PPn.

“Kalau kondisinya seperti itu, pertumbuhan ekonomi pasti akan terkontraksi,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Center for IndonesiaTaxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, peristiwa  tersebut sebenarnya menjadi warning bagi Ditjen Pajak di tengah rendahnya kredibilitas mereka di mata publik.

Cara Ditjen Pajak, kata Prastowo meski tak sepenuhnya bisa disalahkan, justru akan menimbulkan kesan yang bermacam-macam apalagi tahun ini Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bakal memasuki masa pensiun.

“Dalam kondisi yang seperti ini. Orang tidak akan percaya meskipun maksudnya benar. Ini harus dihilangkan,” kata Yustinus.

Lebih Peka

Oleh Karena itu, kata Prastowo sampai dengan berakhirnya masa kepemimpinan Ken Dwijugiasteadi, seharusnya otoritas pajak tetap fokus untuk mengejar penerimaan pajak dan tak perlu melakukan langkah-langkah yang kontroversial. Ditjen Pajak juga harus lebih peka terhadap dinamika dunia usaha. Sebab jika hal itu teruis berlanjut besar kemungkinan akan menjadi bumerang bagi penerimaan pajak pada tahun depan.

“Kalau berlangsung terus tentu ini bahaya, dan secara politik juga akan merugikan pemerintah,” ungkapnya.

Menurutnya, mesku tetap melakukan law enforcement, Ditjen pajak harus memperhatikan berbagai macam hal termasuk jangan sampai mengganggu aktivitas perekonomian. Paling tidak mereka harus fokus ke wajib pajak yang tidak mengikuti implementasi pajak atau baru mendeklarasika hartanya sebagian.

Seperti yang di beritakan Bisnis, Selasa (24/10), Ditjen Pajak melakukan pemeriksaan terhadap ratusan wajib pajak sebagian di antaranya merupakan wajib pajak yang telah mengikuti implementasi pengampunan pajak.

Ancaman Denda 150%

Pasal 8 ayat (3) UU KUP

“Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran  jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.”

Padahal sebelumnya, dalam penjelasan soal PP No.36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap harta bersih yang dianggap sebagai pennghasilan, Ditjen Pajak hanya akan  memfokuskan pemeriksaan terhadap WP yang ikut tax amnesty.

Eric Alexander Sugandi, ekonom SKHA Institute for Global Copetitiveness, mengatakan mesti bisa memklumi langkah Ditjen Pajak, tetapi langkah Ditjen Pajak tetap mengganggu kenyamanan WP dalam melakukan usaha.

“Saya piker memang tidak ada cara lain, meskipun hal ini membuat pengusaha tidak nyaman.” Ungkapnya.

Obral bukti bukper itu diduga berkaitan dengan upaya mengenjot penerimaan pajak tahun ini.

Tentu, hal ini membuat gusar kalangan pengusaha. Pasalnya, melalui bukper ini, Ditjen Pajak berpotensi mengantongi pembayaran denda sebesar 150% dari wajib pajak  yang dalam proses bukpernya mengakui perihal adanya ketidakbenaran dalam penyampaian laporan perpajakan.’sebelumnya, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kamar Dagang dan Industri Herman Juwono tak menampik kabar tersebut. Menurutnya, banyak di kalangan pengusaha muali mengeluhkan langkah Ditjen Pajak yang melakukan enforcement.

Apalagi, langkah penegakan hukum yang dilakukan Ditjen Pajak makin menjadi, terutama karena otoritas pajak sedang mengejar target penerimaan pajak yang hingga September 2017 masih 60% atau Rp 770,7 triliun dari target APBNP 2017 senilai Rp 1.283,6 triliun.

Dengan demikian, pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sekitar 40% atau sekitar Rp 513 triliun pada kuartal IV / 2017.

Terkait dengan target penerimaan tahun  ini, Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan berusaha  semaksimal mungkin untuk mengejar penerimaan pajak.

Dia juga memberi jaminan Ditjen Pajak tak akan melaksanakan pemungutan yang membuat masyarakat dan dunia usaha khawatir atau ketakutan. Proses optimalisasi penerimaan akan terus dijalankan tanpa harus banyak bicara dengan perencanaan dan kalkulasi yang terukur.

“Kami akan lakukan semaksimal mungkin denhan melakukan kewajiban pemungutan tanpa membuat masyarakat dan dunia usaha khawatir,” katanya.

Menurutnya, apabila dilihat dari sisi pertumbuhannya, kinerja penerimaan pajak tumbuh cukup positif dibandingkan dengan tahun lalu. Terlebih tahun ini masih ada sisa waktu 2 bulan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.

“Kita bisa mendapat penerimaan yang sesuai, kita enggak naikkan rate pajak, tapi melaksanakan pemungutan berbasis pada data yang kredibel,” imbuhnya.

Sumber:  www.pemeriksaanpajak.com

http://www.pengampunanpajak.com

info@pengampunanpajak.com



Kategori:pemeriksaan pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: