
Kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) yang digulirkan Kementerian Keuangan, dinilai dapat mendorong pertumbuhan sektor properti di Indonesia.
“Tax amnesty ini kan lebih menyasar ke wajib pajak besar atau bukan kelas retail jadi tentu efeknya besar,” kata Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya, saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/10/2021).
Melalui program tersebut pemerintah dapat meningkatkan penerimaan negara sehingga menjadi stimulus investasi di berbagai sektor.
“Kebijakan utama tax amnesty itu kan untuk menarik sebanyak mungkin dana-dana di bawah bantal ataupun yang ditempatkan di luar negeri dan disyaratkan harus diinvestasikan di dalam negeri, termasuk di sektor properti,” tutur Bambang.
Meski demikian, Bambang menyadari tax amnesty merupakan kebijakan pemerintah untuk mendukung perekonomian secara menyeluruh.
Artinya, hasil repatriasi tax amnesty tidak secara khusus diinvestasikan ke sektor properti.
“Tapi tentu kami sebagai praktisi mengharap hasil tax amnesty bisa ditanamkan ke sektor properti baik secara langsung maupun tidak,” ujarnya.
Bambang menambahkan, sektor properti merupakan pilihan terbaik untuk berinvestasi, yang menimbulkan efek berganda yang sangat tinggi terhadap perekonomian nasional.
Setidaknya terdapat 147 industri ikutan lainnya seperti semen, besi, baja, genteng, semen, paku, besi kayu, jasa konstruksi, jasa konsultansi dan lain-lain yang turut mengalami pertumbuhan.
Selain itu, investasi dari hasil repatriasi tax amnesty bisa menjadi stimulus dalam mempertahankan tren pertumbuhan sektor properti yang kemudian dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Hingga akhir tahun 2021, REI menargetkan pertumbuhan penjualan properti mencapai 15 persen hingga 20 persen.
Target penjualan properti tahun ini didorong oleh adanya kebijakan insentif pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang berlaku hingga Desember 2021.
Untuk diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, program pengungkapan sukarela atau tax amnesty bakal dimulai pada 1 Januari 2022 hingga 6 bulan ke depan.
Bendahara negara ini berharap, pengungkapan sukarela dapat menambah pelaporan wajib pajak yang ingin patuh atas harta-hartanya.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sukarela wajib pajak.
Pemerintah akan memberi kesempatan selama 6 bulan untuk para pengemplang pajak sebelum langkah yang lebih jauh (enforcement) dilakukan. Adapun berikut kategori kebijakan dalam penerapan tax amnesty tahun depan :
Kebijakan I
Peserta program pengampunan pajak tahun 2016 untuk orang pribadi dan badan dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak, dengan membayar Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar:
a. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,
yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.
Kebijakan II
Wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016 sampai tahun 2020, namun belum dilaporkan pada SPT tahun 2020, membayar PPh final sebagai berikut.
a. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
b. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
c. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri,
yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan hilirisasi SDA dan energi terbarukan.
Sumber: kompas
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:artikel, berita pajak
Tinggalkan Balasan