Dalam draft RUU Pengampunan Pajak yang sedang dibahas di DPR, pengertian pengampunan pajak meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana dibidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan. Sempat muncul wacana bahwa pengampunan juga berlaku menyeluruh terhadap segara sumber dana.
Tetapi syukur, dengan derasnya tekanan public, pemerintah sudah menegaskan bahwa pengampunan tidak berlaku untuk tindak pidana korupsi atau kejahatan lain seperti terorisme, narkoba, dan human trafficking. Namun demikian public harus tetap kritis dan cermat terhadap RUU ini untuk menuntut efektivitas kebijakan public, serta menutup pintu peluang terjadinya moral hazard.
Pada dasarnya pengampunan pajak bukanlah hal yang baru dalam teori dan praktik perpajakan. Dalam jangka pendek, pengampunan pajak dianggap sebagai cara yang efektif untuk menggenjot penerimaan pajak, khususnya dalam situasi shortfall pajak akibat kelesuan ekonomi sebagaimana yang kita alami di tahun 2015 di mana realisasi pajak hanya sebesar 81,5% dari target APBNP 2015 atau Rp 1.055 triliun dari Rp 1.294,5 triliun.
Selain itu, kebijakan ini menjadi insentif untuk repatriasi atau menarik kembali uang-uang yang selama ini parker di luar negeri. Kebijakan ini diperkirakan bisa menarik dana milik orang Indonesia di luar negeri hingga Rp 3.000 triliun. Dari uang yang masuk itu, diprediksikan ada tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 200 triliun. Sementara dalam jangka panjang pengampunan pajak diharapkan dapat meningkatkan tax ratio melalui perluasan basis pajak, karena mereka yang dulunya mangkir kini menjadi wajib pajak yang patuh.
Belajar dari pengalaman-pengalaman Negara lain yang pernah menerapkannya, seringkali justru biaya (cost) kebijakan ini jauh melampaui manfaat (benefit) yang diperoleh. Baer dan Le Borgne (2008) menjelaskan pemerintah tergoda untuk mengambil jalan pintas untuk menambah pemasukan dengna skema ini. Padahal pemasukan dalam jangka pendek tersebut pun tak optimal karena rendahnya uang tebusan yang diminta, serta kepatuhan wajib pajak yang tidak menjadi lebih baik. Hal ini diperparah dengan lemahnya database dan informasi terkait wajib pajak yang disasar.
Sementara dalam jangka panjang, kebijakan ini cenderung akan menggerus ketaatan wajib pajak. Sebab, pengampunan pajak dipersepsi sebagai insentif bagi wajib pajak nakal, tetapi justru menjadi semacam “hukuman” bagi wajib pajak taat. Sekali kebijakan ini diambil, wajib pajak akan berekspektasi bahwa kebijakan serupa akan ada lagi di kemudian hari. Sehingga mereka lebih memilih mengemplang sebab pengampunan pajak sebagai sarana untuk mengemplang secara legal.
Membenahi Administrasi
Berdasarkan data dari IMF, pengalaman Negara-negara berkembang antara lain Argentina, Filipina, India, dan Turki menunjukkan bahwa kebijakan pengampunan pajak tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Bahkan sebaliknya, pengampunan pajak di Negara berkembang malah membawa mudarat.
Salah satunya ialah Filipina dimana tax ratio-nya anjlok dari 14,5% di tahun 1999 ke 12,4% di tahun 2004 setelah mereka meluncurkan program pengampunan pajak di tahun 1999 dan tahun 2002. Baer dan Le Borgne (2008) menjelasan hal tersebut dengan fakta bahwa Filipina memiliki kelemahan dalam institusi dan administrasi perpajakan, selain kultur ketaatan wajib pajak yang rendah.
Sementara itu di Negara maju, pengampunan pajak juga belum tentu menunjukkan hasil yang signifikan. Sebagai contoh, Italia lewat program Scudo Fiscale pada 2001 yang berhasil merepatriasi dana sebesar €60 miliar. Namun sebagian dana tersebut keluar lagi setelah pemiliknya memperoleh fasilitas pengampunan pajak. Penelitian dari Cotarelli (2002) juga menunjukkan bahwa uang yang masuk ke dalam negeri pun tidak membawa dampak ekonomi signifikan, selain rendahnya pemasukan Negara uang tebusan yang ditetapkan terlalu kecil.
Salah satu (jika bukan satu-satunya) cerita sukses pengampunan pajak ialah Irlandia yang melakukan kebijakan ini secara bertahap pada tahun 1988, 1993, dan 1999. Kunci keberhasilan ini justru bukan pada pengampunan pajaknya, tetapi pada reformasi perpajakan yang menyeluruh, baik dalam hal administrasi, institusi, maupun regulasi. Fasilitas pengampunan pajak juga tersebut disertai dengan ancaman sanksi yang sangat keras terhadap para pengemplang.
Ibaratnya, pengampunan pajak menjadi umpan untuk menggiring wjaib pajak yang belum taat dalam masuk ke dalam sistem, setelah sistem tersebut dibenahi, tidak ada celah untuk keluar lagi. Dengan demikian, pengampunan pajak harus diletakkan sebagai bagian dari strategi reformasi perpajakan yang menyeluruh, bukan kebijakan yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, terburu-burunya pemerintah dalam memasukkan RUU Pengampunan Pajak ke dalam Prolegnas Prioritas adalah suatu hal yang janggal, apalagi RUU ini pun tidak ada dalam longlist Prolegnas lima tahunan. Sebaliknya, revisi UU mengenai ketentuan umum perpajakan (KUP) yang sudah ada dalam Proglegnas malah diundurkan.
Jika niatnya memang ingin melakuan reformasi perpajakan sebagai perwujudan dari Nawacita, mendahulukan RUU Pengampunan Pajak daripada revisi UU KUP adalah sebuah sesat pikir. Dengan sistem dan administrasi perpajakan yang belum mumpuni, pengampuanan pajak akan seperti menjala ikan dengan jala yang koyak.
Pertanyaannya, jika secara konseptual sudah salah, mengapa RUU ini tetap dipaksakan untuk segera disahkan? Saya khawatir justru RUU ini malah melayani kepentingan para pengemplang pajak yang selama ini menyembunyikan uangnya di luar negeri. Sebab mereka sedang berpacu dengan waktu menghadapi diberlakukannya Automatic Exchange of Information (AEoI) yang efektif berlaku akhir tahun depan.
Justru RUU Pengampunan Pajak akan menihilkan manfaat dari kesepakatan tersebut, sebab saat kesepakatan itu diimplementasikan, mereka yang akan di buru justru sudah diampuni.
Sumber: KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar