Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah mengaku mengantongi data 6.000 nama wajib pajak yang siap memulangkan dana dari luar negeri dengan skema tax amnesty. Potensi dana masuk diperkirakan mencapai Rp560 triliun.
Saat ini rancangan program pengampunan pajak (tax amnesty) sedang disiapkan pemerintah bersama dengan DPR. Untuk mengamankan program pengampunan pajak, pemerintah siap membentuk satuan tugas (task force) setelah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak.
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan data wajib pajak (WP) yang dikantongi pemerintah bisa terus bertambah karena nama-nama WP dalam negeri belum teridentifikasi sepenuhnya.
“Sampai saat ini kami miliki sekitar 6.000 nama. Tapi begini, itu kan yang luar negeri, yang dalam negeri itu lebih susah untuk menentukan berapa orangnya,” katanya seusai Rapat Terbatas tentang Tax Amnesty di Kantor Presiden, Senin (25/4/2016).
Satu elemen penting dari keberhasilan program pengampunan pajak, lanjut Menkeu, adalah perlunya jaminan kepastian hukum sehingga pemilik dana itu benar-benar mau membuka diri apabila mendeklarasikan atau menarik balik kembali dana nya.
Presiden Joko Widodo telah meminta seluruh otoritas di sektor keuangan mempersiapkan instrumen investasi untuk menampung arus dana repatriasi.
Menurut perhitungan Bank Indonesia, dana repatriasi bisa mencapai Rp560 triliun dengan potensi pajak yang dapat diterima Rp45,7 triliun.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan dana senilai Rp560 triliun tersebut dapat masuk ke perbankan untuk menambah likuiditas dalam bentuk himpunan dana pihak ketiga (DPK), yakni deposito dan giro.
“Dengan bertambahnya likuiditas, kapasitas ekspansi usaha juga meningkat,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin (25/4/2016).
Bertambahnya likuiditas bank, sejalan dengan kebutuhan pendanaan yang besar untuk mendukung proyek-proyek pemerintah, seperti program sejuta rumah, proyek infrastruktur, dan pendanaan ke industri kreatif.
Bambang mengemukakan pihaknya bersama OJK akan menyusun instrumen investasi lain yang cukup menarik supaya dana repatriasi tidak kembali keluar setelah holding period. Namun, dalam kerangka RUU sudah ada sejumlah opsi yang ditawarkan untuk penempatan dana repatriasi.
Dalam draf RUU Pengampunan Pajak, sejumlah instrumen investasi yang disiapkan a.l. surat berharga negara (SBN), obligasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan investasi keuangan pada bank.
Adapun untuk tarif tebusan, tiga bulan pertama sebesar 2% terhadap selisih nilai harta bersih yang dimohonkan tax amnesty dengan nilai harta bersih dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan yang menjadi basis pengurang.
Sisanya, tarif tebusan 4% dan 6% dikenakan untuk permohonan tiga bulan kedua dan sisa waktu hingga 31 Desember 2016. Bagi WP yang melakukan repatriasi, tarif tebusan yang akan digunakan yakni 1% untuk tiga bulan pertama, 2% tiga bulan kedua, dan 3% bagi WP yang mengeksekusi keikut sertaan pada sisa waktu hingga 31 Desember 2016.
MASUK PASAR MODAL
Soal kemampuan industri keuangan dalam negeri untuk menerima aliran dana hasil repatriasi memang sempat menjadi sorotan, teruta
ma oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menyebut jika tax amnesty diterapkan, sebagian dana hasil repatriasi bisa masuk ke sejumlah instrumen investasi di pasar modal.
Instrumen pasar modal itu a.l.obligasi, saham, reksadana, dan kontrak investasi kolektif seperti reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) ba gi pembiayaan berbagai proyek.
“Kami sudah punya aturan soal RDPT. Nah, seperti yang disampaikan Pak Muliaman apakah sektor riil siap? Maka, penting kerja sama seluruh sektor, finansial dan riil. Jika instrumen keuangan sudah ada, tapi sektor riil tidak siap, tidak akan terjadi,” tuturnya.
Dana repatriasi yang masuk ke pasar modal dapat meningkatkan likuiditas pasar modal dan memperbesar porsi kepemilikan efek oleh investor lokal.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menyatakan sebelum memberi pengampunan pajak, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu harus memiliki basis data yang akurat, serta membangun administrasi pajak yang kuat dan efektif.
Program pengampunan pajak, kata Agus, harus didukung dengan prosedur pelaksanaan yang jelas dan mengikat bagi semua WP yang meng ajukan amnesty.
“Harus juga ada penegasan bahwa tax amnesty hanya akan dilakukan sekali dan tidak diberi kesempatan kedua untuk menjamin efek tivitas pengampunan yang akan diberikan,” tegasnya.
Wapres Jusuf Kalla menyebut kan pengampunan pajak terdiri dari dua proses, yakni penyusunan aturan pokok dan proses pelaksana an nya yang disusun dalam peta jalan.
Sumber: BISNIS
http://www.pengampunanpajak.com
info@pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan