Di awal pemerintahannya Presiden Joko Widodo (Jokowi) berambisi untuk melakukan pembangunan infrastruktur. Hal itu ia klaim untuk menggenjot perekonomian nasional.
Sejumlah program mulai dari Tol Laut, izin satu pintu untuk dunia usaha hingga menelurkan RUU Pengampunan Pajak pun ditempuh Jokowi untuk menggenjot penerimaan negara. Untuk RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty sendiri hingga kini masih terus digodok gedung Parlemen.
Jokowi sesumbar dengan disahkannya UU Pengampunan Pajak maka triliunan uang yang diparkir di luar negeri akan berbondong-bondong masuk ke dalam negeri, sehingga diklaim bisa digunakan untuk pembangunan di segala sektor. Mantan Wali Kota Solo ini pun menginstruksikan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pihak terkait di pemerintahan menyiapkan instrumen investasi jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty disahkan.
“Saya harap dari Gubernur BI, OJK, dan Kemenkeu yang berkaitan dengan portofolio disiapkan. Pada Bappenas, BKPM menyiapkan dan kementerian lain terkait, BUMN juga menyiapkan investasi langsung yang bisa dimasuki kalau arus uang masuk itu berbondong-bondong kembali ke negara kita,” kata Jokowi dalam pengantar rapat terbatas membahas Tax Amnesty di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (25/4).
Namun, faktanya segelintir pihak memandang jika RUU Pengampunan Pajak dibuat justru untuk membiarkan para koruptor melenggang bebas.
Kritikan datang salah satunya dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Alexander mengungkapkan sebagian dana di luar negeri yang diampuni pajaknya merupakan hasil tindak pidana korupsi. Dia menilai RUU Tax Amnesty secara tidak langsung pengampunan untuk pelaku tindak pidana korupsi.
“Itu kan salah satunya ingin menarik dana-dana dari luar negeri. Saya berpikir bahwa dana-dana yang sementara ini diperkirakan terparkir di luar negeri itu kan salah satunya dari hasil korupsi. Saya membacanya seperti ada pengampunan terhadap tindak pidana korupsi terkait dengan tax amnesty ini,” kata Marwata dalam rapat konsultasi komisi XI DPR dengan PPATK, Kejaksaan, Polri, dan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/4).
Menurut Marwata, dana hasil korupsi yang disimpan di luar negeri begitu besar. “Kalau saya baca-baca di media sosial itu kan lebih kurangnya sekitar 10 persen lah. Ada beberapa ratus triliun katanya yang terparkir di luar negeri itu dari hasil korupsi,” ungkapnya.
Namun tidak tertutup kemungkinan menurutnya, nanti dana-dana itu akan dikembalikan seiring eksekusi payung hukum pengampunan pajak. Dia menanyakan ulang apakah dana korupsi di luar negeri pada akhirnya akan turut diampuni.
“Saya melihat hal seperti ini sepertinya kita ingin melakukan moratorium terhadap tindak pidana korupsi. Kalau dana yang didapat dari korupsi kan seolah kita mengampuni perbuatan itu,” tuturnya.
Selain KPK, kritikan tajam juga datang dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Fitra menilai masih banyak cara alternatif untuk menggenjot penerimaan negara dibanding pengampunan pajak (Tax Amnesty). Sebab, Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan pajak dinilai justru akan mengistimewakan para pengemplang pajak.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra Apung Widadi mengatakan dana alternatif tersebut bisa melalui laba (dividen) dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada 2016 saja, dividen ditetapkan sebesar Rp 34,16 triliun.
“Kalau mau kan dividen BUMN ini masih banyak lebih baik ambil dari itu saja. Daripada Tax Amnesty. Jadi ngapain menjual kedaulatan dalam memberikan karpet merah ke pengusaha. Ini kan terlalu murah,” kata Apung.
Sumber: merdeka.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar