JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty di DPR masih berliku. Bahkan, kini muncul gagasan baru yang terbit dari pemerintah untuk mengerek tariff tebusan pengampunan pajak yang harus dibayarkan ke Negara.
Usulan ini disinyalir akan memancing perdebatan panjang. Sumber KONTAN yang dari awal ikut membahas RUU ini mengatakan, pemerintah telah mengusulkan tarif lebih tinggi dibandingkan usulan awal. Bahkan ide ini telah dibicarakan dengan Presiden Joko Widodo.
Dalam usulan barunya, pemerintah mengajukan tariff tebusan 5% dari harta bersih setelah dikurangi utang bagi wajib pajak yang melakukan repatriasi dan 10% untuk wajib pajak yang hanya mendeklarasikan hartanya.
Tarif ini berlaku pada tiga bulan pertama setelah RUU berlaku. Sedang pada tiga bulan kedua, tariff yang diusulkan lebih tinggi yakni 7% bagi wajib pajak yang melakukan repatriasi dan 15% bagi yang hanya mendeklarasikan asset.
Usulan ini mencuat karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) kecewa dengan draft RUU Tax Amnesty pemerintah sebelumnya yang hanya mengenakan tariff uang tebusannya di bawah 5%. “Tarif ini keinginan presiden,” tegas sumber tersebut.
Usulan ini juga dimaksudkan agar pembahasan RUU Tax Amnesty tidak jalan di tempat. Meski pembahasan dan konsiyering Panitia Kerja (Panja) DPR dan pemerintah sudah dilakukan awal pekan lalu, hasilnya belum masuk ke substansi. Rencananya baru pekan ini Panja membahas tariff tebusan dan isu penting lain.
Ketua Panja dari DPR Soepriyatno tidak membantah adanya usulan tariff baru yang lebih tinggi dari pemerintah. Namun begitu, usulan tariff baru ini tidak berupa Daftar Isian Masalah (DIM). Nantinya usulan-usulan tadi akan dibahas pada pekan ini dalam pembahasan panitia kerja.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tidak mau menjelaskan adanya usulan kenaikan tariff tebusan baru dari pemerintah. “Pemerintah tidak mengajukan DIM,” katanya, kepada KONTAN, Mingg (29/5). Katanya, DIM adalah hak DPR, bukan pemerintah.
Sebelumnya Bambang mengakui ada usulan tariff tebusan yang berbeda dengan draft awal. Hanya saja, besarannya lebih rendah: 2% bagi wajib pajak yang melakukan repatriasi dan 4% bagi yang hanya mendeklarasi harta di tiga bulan pertama. Lalu 3% bagi repatriasi dan 6% untuk deklarasi di tiga bulan kedua.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, saat ini draft RUU Tax Amnesty masih terlalu mentah. Wajar jika pemerintah mengajukan perubahan substansi sebelum dibahas.
Inilah Perubahan Usulan Tarif Tax Amnesty dan Instrumen Investigasi
- Tarif Tebusan
Berdasarkan RUU Tax Amnesty
Januari-Maret 2016: 1% (repatriasi) dan 2% (tanpa repatriasi)
April-Juni 2016: 2% (repatriasi) dan 4% (tanpa repatriasi)
Juli-Desember 2016: 3% (repatriasi) dan 6% (tanpa repatriasi)
Revisi Usulan Pemerintah/ Menkeu
Juli-September 2016 : 2% (repatriasi) dan 4% (tanpa repatriasi)
Oktober-Desember 2016 : 3% (repatriasi) dan 6% (tanpa repatriasi)
Presiden Joko Widodo dikabarkan belum puas dengan usulan tariff ini dan mengusulkan tariff tebusan baru
Juli-September 2016 : 5% (repatriasi) dan 10% (tanpa repatriasi)
Oktober-Desember 2016 : 7% (repatriasi) dan 15% (tanpa repatriasi)
- Masa Berlaku
RUU Tax Amnesty | Usulan Perubahan |
Januari- Maret 2016 | Juli-September 2016 |
April-Juni 2016 | Oktober-Desember 2016 |
Juli-Desember 2016 |
Namun jika tidak mencukupi kebutuhan dana, ada usulan lain untuk diperpanjang hingga awal tahun depan
- Pilihan Instrumen Investasi
- Skema repatriasi dilakukan dengan:
- Harta Kas/Setara Kas harus dialihkan dan diinvestasikan sebelum pengajuan Surat Permohonan Pengampunan Pajak
- Kesanggupan untuk menginvestasikan harta selain kas/setaa kas ke dalam wilayah NKRI (paling lambat 31 Desember 2016).
- Investasi dilakukan di wilayah NKRI dengan jangka waktu paling singkat 3 tahun (sebelumnya lima tahun) sejak diinvestasikan dalam bentuk SBN RI, Obligasi BUMN, atau investasi keuangan pada bank yang ditunjuk oleh Menteri.
- Apabila wajib pajak ingin menginvestasikannya dalam bentuk lain, dilakuan di tahun kedua atau tahun ketiga dalam bentuk:
- Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi OJK
- Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha
- Investasi sector riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah melalui PMK
- Investasi di sector property
Pemerintah mempertimbangkan untuk mengizinkan dana repatriasi masuk ke dalam semua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, pada tahun pertama, dan disimpan di bank di dalam negeri. Tiga bank BUMN yang akan mengelola dana : BNI, BRI, Mandiri.
Sumber: Kontan, Senin 30 Mei 2016 hal 1
Penulis: Asep Munazat Zatnika K
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan