Metrotvnews.com, Jakarta: Pengamat ekonomi UI, Yanuar Rizky menyayangkan adanya deklarasi harta dalam pelaksanaan Undang-Undang pengampunan pajak atau tax amnesty. Padahal, esensi dari UU tersebut yakni repatriasi atau memulangkan uang Warga Negara Indonesia (WNI) dari usahanya di dalam negeri yang banyak bersarang di luar negeri.
Yanuar menilai, seharusnya deklarasi tak diperlukan kalau hanya bertujuan membawa uang kembali sebagai modal untuk mendorong pembangunan Indonesia. Ia mengatakan yang harus digeber adalah repatriasinya, bahkan jika perlu pemerintah harus menanamkan sistem paksa untuk para pemilik dana tersebut mengembalikan dana ke asalnya.
“Kalau kita bicara mendatangkan capital inflow, ya dana murah repatriasi. UU ini masih memberikan koma untuk deklarasi. Idealnya upaya paksa untuk repatriasi,” kata Yanuar dalam sebuah acara diskusi di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 Juli.
Dia menjelaskan, jika tahu permainanya, para pemilik dana ini seang mencari perlindungan pada pihak yang bisa menjamin datanya, dan pemerintah pun memberikan insentif tersebut. Terutama perlindungan pada data yang tak bisa diutak-atik oleh penegak hukum lainnya.
Nah, itu seharusnya bisa menjadi kesepakatan antara pemerintah dan pemilik dana untuk bekerjasama. Pemerintah mendapat dana murah untuk pembangunan dari dana repatriasi tersebut, sementara pemilik dana mendapatkan jaminan atas data mereka.
Namun, jika diperkenankan deklarasi saja, alurnya jadi berubah. Dana tersebut tetap saja berada dalam zona nyamannya, yakni di luar negeri, sementara Pemerintah tetap melindungi data mereka karena sudah deklarasi.
Artinya Pemerintah tak akan dapat inflow selain untuk menambal kekurangan APBN tahun ini yang hanya ditargetkan Rp165 triliun. Parahnya lagi, jika demikian, struktur ekonomi tidak akan berubah ke depannya.
“Kalau tau game-nya, sebetulnya upaya paksa, dengan bilang saya mau melindungi kamu asal kamu repatriasi. Kalau sekarang (deklarasi) mereka dapat semuanya dong, dilindungi tapi dana tetap di luar, itu enggak mencapai target sasaran,” jelas dia.
Dirinya mencontohkan, kalau deklarasi seseorang yang memiliki dana di Singapura memasukkan dananya ke bank persepsi yang sudah ditentukan, dan di-lock selama tiga tahun, namun memperbolehkan pilihan bahwa bank kustodiannya tetap di Singapura. Lain halnya jika repatriasi, harus mewajibkan dananya disimpan di bank yang berada di Indonesia atau di instrumen lain seperti surat utang atau obligasi.
“Maka dari itu jangan salahkan Singapura yanng mencoba menjegal dengan menawarkan untuk membayarkan uang repatriasi empat persen itu. Karena UU tax amnesty memperkenakan deklarasi (saja cukup),” ujar Yanuar.
Dirinya lantas mengambil contoh ketika peristiwa 9/11 yang menyerang gedung WTC, AS. Peristiwa tersebut menyebabkan ketidaknyamanan bankers yang diduga banyak berasal dari Timur Tengah.
Kala itu, ide cerdik datang dari Mahatir Mohamad yang menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, dirinya pergi ke Timur Tengah untuk menawarkan jaminan kerahasiaan data dengan syarat para bankers tersebut menyimpan dana mereka di Malaysia. Memang sebelumnya, negeri Jiran tersebut sudah membuat sebuah wilayah yang disebut surga pajak karena meneraopkan tarif pajak rendah, yang dikenal dengan wilayah Labuan. Yanuar menilai, seharusnya Pemerintah juga berfikir demikian untuk menerapkan repatriasi.
“Kalau itu yang kita mau, instrumennya harus terarah, dapatkan dana murah dari WNI kita,” jelas dia.
Sumber : Metrotvnews.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tok! Daftar 52 RUU Prolegnas Prioritas 2025, RUU Sisdiknas Masuk
PANDUAN LANGKAH DEMI LANGKAH DALAM MELAKUKAN PENGISIAN DAN PELAPORAN PPS – PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA
Slide Pengampunan Pajak 2022 – Slide Program Pengungkapan Sukarela – Slide Tax Amnesty Jilid 2
Tinggalkan komentar