JAKARTA – Google di Indonesia bersikap tidak kooperatif ketika dimintai pertanggungjawaban pungutan pajak. Bahkan perwakilan Google di Indonesia memberikan surat penolakan pemeriksaan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Di sisi lain, total utang pemerintah Indonesia pada Agustus 2016 mengalami kenaikan sebesar Rp78,47 triliun atau 2,3 persen menjadi Rp3.438,29 triliun
Sementara itu, Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menetapkan pagu subsidi elpiji 3 kilogram (kg) turun dari usulan awal menjadi Rp20 triliun.
Ketiga berita tersebut, menjadi berita-berita yang banyak menarik minat para pembaca di kanal Okezone Finance. Untuk itu, kembali disajikan berita-berita tersebut secara lengkap.
Tolak Bayar Pajak, Sikap Google Legal Tak Bermoral
Perwakilan Google di Indonesia bersikap tidak kooperatif ketika dimintai pertanggungjawaban pungutan pajak dengan membentuk badan usaha tetap (BUT). Bahkan perwakilan Google di Indonesia memberikan surat penolakan pemeriksaan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Menurut Direktur Eksekutif Center For Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, dalam hal ini Google memang tidak bisa disalahkan. Sebab, pemerintah memang tidak akan bisa menarik pajak jika perwakilannya belum berbentuk BUT. Pihak Google juga berhak untuk menolaknya.
“Saya kira karena dia merasa bukan subjek pajak di sini, jadi mereka butuh penjelasan. Yang dilakukan Google itu bukan hanya di Indonesia, mereka membuat skema ini global, skema internasional, dia (Google) ya begitu,” tuturnya kepada Okezone.
Memang dalam hal ini, Google tidak bisa disalahkan secara hukum, namun sikap yang dilakukan oleh perusahaan teknologi raksasa asal Amerika Serikat itu tidak bermoral.
“Tindakan Google itu bukan ilegal tapi imoral. Nah tugas pemerintah itu harus membuat imoral itu menjadi isu hukum,” imbuhnya.
Melacak ke Mana Utang Luar Negeri Mengalir
Total utang pemerintah Indonesia pada Agustus 2016 mengalami kenaikan sebesar Rp78,47 triliun atau 2,3 persen menjadi Rp3.438,29 triliun. Selain itu, utang yang berasal dari pinjaman luar negeri naik juga menjadi Rp749,33 triliun. Adapun pinjaman luar negeri bulan sebelumnya, adalah Rp726,83 triliun.
Adapun pinjaman luar negeri yang diambil oleh Kementerian dan BUMN, mencapai USD18,82 miliar atau sekira Rp244,66 triliun jika mengacu kurs Rp13.000 per USD. Saat ini, pinjaman yang sudah diambil telah mencapai USD7,04 miliar atau sekira Rp91,52 triliun.
Pinjaman tersebut, paling besar diajukan oleh Kementerian PUPR sebesar USD4,96 miliar dengan USD1,87 miliar sudah ditarik, sementara yang kedua adalah Kementerian Pertahanan sebesar USD3,81 miliar dengan penarikan sebesar USD2,664 miliar.
Posisi selanjutnya, adalah Kementerian Perhubungan sebesar USD2,376 miliar, baru tertarik USD471,2 juta. Untuk posisi keempat, yakni Kemenristek Dikti sebesar USD1,02 miliar dengan jumlah tertarik USD294,7 juta dan posisi kelima yakni Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (DPDTT) sebesar USD508,6 juta dengan penarikan pinjaman sebesar USD342,8 juta
Sedangkan BUMN yang mendapatkan pinjaman dari luar negeri yakni PT PLN sebesar USD4,144 miliar dengan penarikan pinjaman telah mencapai USD522,8 juta, PT Pertamina memiliki komitmen pinjaman sebesar USD561,9 juta dengan realisasi USD162,2 juta, PT SMI memiliki komitmen pinjaman sebesar USD100 juta dengan realisasi USD99,88 juta dan PT PII memiliki komitmen pinjaman USD29,6 miliar dengan realisasi USD1,75 miliar.
Subsidi Elpiji 3 Kg Dipotong Jadi Rp20 Triliun
Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menetapkan pagu subsidi elpiji 3 kilogram (kg) turun dari usulan awal menjadi Rp20 triliun.
“Subsidi elpiji tiga kilogram sebesar Rp20 triliun atau mengalami penurunan dari usulan awal dalam RAPBN 2017 sebesar Rp29 triliun,” kata Wakil Ketua Badan Anggaran Said Abdullah saat memimpin rapat Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan di Jakarta.
Namun, rapat Panja menolak usulan pemerintah atas pemberian subsidi bagi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar Rp1,1 triliun, dengan alasan subsidi lebih ideal diberikan untuk masyarakat miskin.
Dengan demikian, pemerintah akan mencari insentif untuk pengembangan EBT bagi kelangsungan program kerja PLN dari pagu belanja lainnya.
“Kami mencarikan insentif lain untuk EBT supaya PLN tetap bisa menerima pasokan energi. Insentif ini tidak lewat mata anggaran subsidi,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara yang hadir dalam rapat Panja mewakili pemerintah.
Sumber : http://www.pemeriksaanpajak.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:pemeriksaan pajak

Tinggalkan komentar