“Saya agak discourage dengan situasi partisipasi BUMN dalam tax amnesty, agak memalukan,” tutur Sri Mulyani saat memberikan sosialisasi amnesti pajak domi Kantor Pusat PT Pertamina (Persero), Rabu (30/11).
Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Sri Mulyani mengungkapkan, baru 28 BUMN yang mengikuti program amnesti pajak per 28 November 2016 dari 701 BUMN termasuk anak perusahaannya.
Sri Mulyani juga dibuat kaget oleh kecilnya kontribusi perusahaan pelat merah tersebut dalam hal uang tebusan yang hanya sebesar Rp13, 01 miliar, dengan rata-rata sebesar Rp464, 75 juta.
Sementara, dari direksi BUMN, DJP Kemenkeu mencatat yang mengikuti amnesti pajak baru 20 persen dari total 1.543 wajib pajak direksi.
“Saya sebetulnya tidak ingin bilang menyedihkan. Barangkali, barangkali, yang sisanya itu sudah patuh banget bayar pajak jadi tidak perlu ikut tax amnesty, tetapi saya saya harus tiga kali bilang barangkali. Masak sih? Saya enggak yakin,” ujarnya.
Nilai uang tebusan dari direksi mencapai Rp44,5 miliar dengan rata-rata Rp147,5 juta. Uang setoran tertinggi mencapai Rp6,7 miliar dan paling rendah Rp600 ribu.
Selanjutnya, dari 1.387 komisaris BUMN yang mengikuti tax amnesty baru 24 persen. Kontribusi uang tebusan dari komisaris BUMN sebesar Rp111,2 miliar, dengan uang tebusan tertinggi sebesar Rp20,03 miliar dan paling rendah Rp120 ribu.
Sri Mulyani mengungkapkan, negara diberikan hak untuk memungut pajak untuk menjaga keberlangsungan operasional negara dan pembangunan. Sebaliknya, seorang warga negara yang memiliki kemampuan ekonomi di atas pendapatan tidak kena pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak.
Dengan membayar pajak, seorang warga negara bisa berkontribusi dalam mengamankan pendapatan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Hal ini penting, mengingat pendapatan negara bakal digunakan negara untuk belanja dan investasi, termasuk Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dinikmati sebagian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Ada sebagian dari BUMN yang mendapatkan PMN. PMN itu dari pajak,” ujarnya.
Tax amnesty, lanjut Sri Mulyani, merupakan pintu hijrah wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajaknya. Rendahnya kepatuhan pajak tercermin dari rendahnya rasio pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang hanya di kisaran 13 persen.
Karenanya, Sri Mulyani berharap BUMN, Direksi dan Komisaris BUMN bisa segera memanfaatkan momentum amnesti pajak yang akan berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang.
Sri Mulyani mengingatkan jika wajib pajak tidak mengikuti tax amnesty dan tiga tahun mendatang harta yang tidak dilaporkan tersebut ditemukan, harta tersebut akan dianggap sebagai tambahan penghasilan. Konsekuensinya, wajib pajak akan dikenakan pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) normal ditambah sanksi bunga 2 persen per bulan.
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga meminta para anggota direksi dan komisaris BUMN meneruskan ajakan untuk mengikuti amnesti pajak ke seluruh anak buah di perusahaan maupun anak perusahaan masing-masing.
“Saya yakin, jika kita bisa mengumpulkan dana pajak, saya optimistis kita bisa berkontribusi membangun Indonesia Raya,” ujarnya.
Sumber: CNN INDONESIA
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan