Memasuki bulan Desember, banyak wajib pajak (WP) yang satu per satu mulai menerima “surat cinta” dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu). Intinya, DJP meminta WP membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak atau mengikuti program pengampunan pajak alias tax amnesty. Salah satu si penerima surat, sebut saja Johan, 30 tahun, pegawai swasta.
Isinya empat poin saja. Tapi intinya, DJP meminta Johan membetulkan SPT-nya. Atau, dia juga bisa memanfaatkan program pengampunan pajak. Sebab, menurut DJP, ada harta alias aset yang belum dilaporkan Johan dalam SPT.
Di poin empat, Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian terhadap data dan/atau keterangan yang kami miliki dan/atau kami peroleh, diketahui bahwa Johan melakukan pembayaran kepada sebuah peusahaan pengembang untuk membeli property dengan nilai pembayaran lbih dari Rp 100 juta. Nah, menurut kantor pajak, Johan belum melaporkan aset baru itu dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2012.
Johan bingung. Pasalnya Ditjen Pajak seolah-olah menganggap rumah dibayar lunas. Padahal, Johan beli rumah dengan kredit lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Itu artinya, nilai rumah seharusnya utang. Karena dasra itulah, waktu melaporkan SPT-nya, Johan memasukkan nilai pembelian rumah ke dalam jenisutang dan bukan aset.
Poin selanjutnya dalam “surat cinta” itu, Ditjen Pajak meminta Johan member penjelasan atau klarifikasi beserta bukti pendukung dengan batas waktu tujuh hari sejak surat diterima. Untuk kebutuhan penjelasan dan informasi lebih lanjut, Johan bisa menghubungi Account Representatif (AR) KPP DJP.
Johan bilang, sudah menghubungi DJP serta menjelaskan konteks dan keberatannya. Tapi sepertinya, urusan tak langsung selesai karena Johan tetap harus datang ke kantor KPP untuk mengkalrifikasi dan menunjukkan bukti-bukti pendukung.
Yang bikin cerita ini menarik, ternyata bukan cuma Johan seorang yang mendapat surat serupa. Banyak sekali WP lain, baik pegawai swasta maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang jumlahnya 4,45 juta.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemkeu bahkan bercerita, “surat cinta” ini merupakan kali kedua massif dikirimkan setelah di bulan Juli, DJP, pernah mengirim kepada kira-kira 14 juta WP. Ini pun, surat yang berasal dari Pusat. “Belum termasuk surat dari masing-masing KPP di daerah, “cetusnya.
Namun Yoga menegaskan, si penerima surat bukan berarti tak bayar apajak. Hanya saja, memang terjadi beberapa kelalaian kecil. Contohnya, ya, kasus sperti Johan di mana DJP menganngap WP tak memasukkan harta alias asetnya ke dalam kolom daftar harga di SPT.
Jadi, singkat kata, pegawai swasta dan PNS yang dipotong pajak penghasilan (PPh) atau Pasal 21 diasumsikan mereka tidak ada penghasilan lain. Katakanlah, direktur swasta yang gajinya Rp 100 juta. Kadang-kadang, lanjut Yoga, dial alai saja lantaran tak memasukkan daftar harta yang dimilikinya.
SPT biasanya ada dua komponen. Selain komponen penghasilan beserta pajaknya yang biasanya dibereskan oleh bendahara kantor, ada pula komponen pelaporan harta. Nah, sering kali, masalah terjadi ketika bendahara kantor yang membereskan. WP lupa komponen pelaporan harta di SPT.
“Jadi, mereka memang bisa saja tidak ikut pengampunan pajak, tetapi cukup membetulkan SPT dengan mengisi daftar harta dan menerangkan kalau hartanya diperoleh dari penghasilan yang sudah dibayar dan dipotong, “tegas Yoga.
Animo kecil
Yang jelas, “surat-surat cinta” dikirimkan berdasarkan hasil olah data yang dipunyai DJP. Tujuannya, apalagi jika bukan mengejar target penerimaan pajak.
Tujuan lainnya, membikin hasil program pengampunan pajak makin sukses lagi. Maklum, meski mencetak rekor dunia dalam hal perolehan deklarasi harta program pengampunan pajak, Presiden Joko Widodo masih saja kecewa dengan hasil terakhir kinerja pengampunan pajak.
Ditangan DJP, berbagai macam data siap dioalh untuk kemuadian menentukan WP yang bakal jadi sasaran penerima “surat cinta”. Data itu contohnya saja dari data transaksi pengembang property. DJP mendapatkan data dari laporan SPT perusahaan tersebut karena ada laporan Pajak Pertambahan Nilai (PPn).
Selain dari para pengembang, DJP juga memperoleh data dari para notaris, data kendaraan bermotor, bahkan sampai data kapal dari Kementerian Kelautan danPerikanan sekitar 9.000-an kapal. “Kan, kami punya pasal 35A di mana kami bisa meminta data apapun kecuali data nasabah bank, “tegas Yoga.
Meski begitu, sebenarnya industry perbankan pun tak luput dari radar DJP. Data DJP menyebut bahwa terdapat sekitar 963 WP orang pribadi (OP) yang menjabat sebagai direktur dan komisaris bank umum dan bank pembangunan daerah (BPD). Angka detailnya 587 direksi dan 376 komisaris.
Tak Heran jika perempuan yang akrab disapa Ani ini mengancam agar regulator atau asosiasi profesi alias Ikatan Bankir Indonesia mencabut sertifikatnya sebagai banker jika tak taat pajak enggan berpartisipasi dalam pengampunan pajak.
Bukan Cuma itu saja. Ani pun mengeluh rendahnya animo partisipasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak-anak usahanya. Bayangkan, dari total 701 perusahaan WP BUMN dan anak usaha, baru 28 perusahaan yang mengikuti pengampunan pajak. Total nilai tebusan dari 28 peserta itu Rp 13,01 miliar dengan rata-rata tebusan Rp 464,75 juta. Padahal, mereka ini perusahaan negara.
Rinciannya, Sumatera baru 4 perusahaan BUMN dari 37 WP BUMN yang ikut amnesty, sementara 10 perusahaan di Sulawesi belum ada satu pun yang ikut. Jawa dan Bali, ada 643 WP BUMN, namun baru 24 perusahaan yang ikut pengampunan pajak. Terakhir di Kalimantan dan Papua, masing-masing asa 9 WP dan 2 WP, namun belum ada satu pun ikut pengampunan pajak. “Angka ini masih sangat kecilk, “tutur Ani.
Perusahaan-Perusahaan di Pasar modal sami mawon. Di pasar modal terdapat 261 WP Dana Pensiun (Dapen), 139 WP sekuritas, dan 726 WP perusahaan lain yang terdiri dari emiten, manajer investasi, dan perantara perdagangan efek. Tiga golongan ini menjadi sasaran di periode kedua, di samping perusahaan BUMN.
Namun, dari total Dapen, baru 6 WP yang ikut pengampunan pajak. Begitu pula, dari seluruh perusahaan sekuritas yang ada baru 60 perusahaan ikut amnesty. Adapun dari golongan ketiga baru 210 perusahaan yang ikut pengampunan pajak. Emiten sendiri 126 emiten yang ikut dengan nilai sekitar Rp 26 triliun dari Rp 28,3 triliun yang berasal dari 210 perusahaan yang sudah ikut pengampunan pajak.
Nilai tebusan dari tiga golongan perusahaan tersebut sekitar Rp 71,2 triliunan. Padahal, dilihat dari komposisinya, perusahaan pasar modal masih menjadi penyumbang terbesar total uang tebusan di antara dapen dan sekuritas, yaitu 75,65%.
Demikian juga jumlah peserta Usaha Mikro, Kecil, dan menengah (UMKM) yang sepertinya angot-angotan ikut program ini. Padahal, tariff UMKM tergolong flat, yaitu 0,5% untuk aset di bawah Rp 10 miliar dan 2% untuk aset diatas Rp 10 miliar.
Yoga bilang, pokonya pemerintah sudah member kesempatan. Amnesti pajak merupakan kesempatan di mana mereka bisa membereskan masalah pajak di masa lalu. Ani menegaskan, jika program pengampunan pajak tak dimanfaatkan sampai 31 Maret 2017, mereka harus siap menanggung denda dan sanksi. Mereka yang tak ikut pengampunan pajak harus siap bayar 25%. “Termasuk denda administrasi 200% per bulan selama 24 bulan, “tegas Ani.
Sampai Kamis (15/12) minggu lalu, total harta pengampunan pajak tercatat kira-kira Rp 4,015,16 triliun dengan nilai total tebusan Rp 96 triliun. Melihat angka kinerja ini, Pengamat Pajak Agus Susanto Lihin member catatan, sosialisasi harus lebih insentif lagi. Dan harus lebih galak.
“Periode pertama intens sekali di mal-mal. Lalu, tolong stabilitas keamanan juga perlu dijaga. Kalau ada isu kurang bagus, pasti berpengaruh, “ujar Agus.
Yustinus Prastowo menambahkan, satu hal yang kita lupa sebenanya menjaga momentum. Dua bulan terakhir seolah tak ada aktivitas signifikan bahwa program pengampunan pajak masih berjalan. “Kita lupa merespon karakteristik periode I dan II itu beda. Periode I itu sosialisasi dan partisipasi massif. Periode II harus focus menambah WP dan mendorong repatriasi. Dua hal ini belum efektif, “tegas Prastowo.
Ayo ikut! Mau menunggu dapat surat cinta seperti Johan?
Penulis : Andri Indradie, Tedy Gumilar, Arsy Ani S. ,Dian Sari P.
Sumber : TABLOID KONTAN
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan