Tinggal 22 hari lagi program amnesti pajak gelombang ketiga bakal berakhir. Menyimak data perkembangan peserta amnesti pajak berikut harta yang dideklarasi maupun yang direpatriasi, serta uang tebusan yang disetor ke negara, relatif tidak bertambah signifikan. Puncak pelaporan harta dan repatriasi memang terjadi pada gelombang pertama, periode Juli-September 2016 ketika tarif sangat rendah sehingga menimbulkan euforia luar biasa.
Dari data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, hingga 8 Maret, deklarasi aset dan harta hasil amnesti pajak telah mencapai Rp 4.461 triliun yang terdiri atas deklarasi dalam negeri sebesar Rp 3.298 triliun, deklarasi luar negeri Rp 1.018 triliun, dan repatriasi Rp 145 triliun.
Uang tebusan berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang diterima sebesar Rp 113 triliun, sedangkan uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta (SPH) sebesar Rp 105 triliun. Jumlah peserta amnesti pajak tercatat telah mencapai 687.556 wajib pajak dengan penerbitan SPH yang diterbitkan sebanyak 712.584.
Meski perkembangannya relatif tidak signifikan, perolehan dana amnesti pajak tetap harus diapresiasi. Dari sisi dana yang dideklarasi, perolehannya mencapai 11% di atas target. Memang untuk dana repatriasi baru mencapai 14,5% dari target. Namun, deklarasi harta amnesti pajak di Indonesia mencapai 34,4% dari produk domestik bruto (PDB), lebih baik dibanding negara lain yang rata-rata hanya 10% dari PDB mereka.
Sedangkan dari sisi peser ta amnesti pajak sebanyak 687.556 wajib pajak, itu memang relatif kecil dibanding dengan total 32 juta wajib pajak yang terdaftar di Indonesia. Apalagi dari jumlah tersebut, hanya 12,6 juta yang melaporkan surat pemberitahuan (SPT).
Itulah sebabnya, wajib pajak yang belum melaporkan harta sebaiknya segera mengikuti amnesti pajak, mumpung masih ada waktu. Sebab, ketika pintu amnesti pajak ditutup pada 31 Maret, pemerintah akan bersikap ‘lebih kejam’ kepada siapa saja yang terbukti menyembunyikan harta.
Ada dua konsekuensi bagi mereka yang lalai melaporkan harta. Bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak, kemudian DJP menemukan data harta yang belum dilaporkan, harta tersebut akan dikenai pajak penghasilan (PPh) dengan tarif normal dan sanksi 200% dari pajak yang kurang dibayar. Adapun WP yang tidak ikut amnesti pajak, kemudian Ditjen Pajak menemukan adanya harta yang tidak dilaporkan, harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai pajak beserta sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemerintah kini juga menyiapkan dua senjata untuk melacak data wajib pajak. Pertama adalah Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) yang akan diluncurkan DJP serta Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akasia merupakan aplikasi internal Kemenkeu untuk mempercepat pengajuan usulan kepada menteri keuangan (menkeu). Sedangkan Akrab adalah aplikasi internal OJK untuk mempercepat pemberian izin atas surat permintaan menkeu.
Kedua aplikasi tersebut saling terhubung guna mempercepat pengajuan dan perolehan perintah tertulis kepada bank dari Dewan Komisioner OJK. Selama ini, ratarata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu permohonan akses data nasabah bank mencapai 239 hari. Dengan adanya aplikasi elektronik tersebut, waktunya dipangkas menjadi hanya 30 hari.
Selain berbagai amunisi di atas, Presiden Joko Widodo siap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengantisipasi penerapan Global Automatic Exchange of Information (AEoI) atau sistem pertukaran data otomatis keuangan antarnegara pada Juni 2018. Perppu itu harus dibuat sebab jika harus mengajukan Undang-Undang butuh waktu lama. Padahal, regulasi pertukaran data otomatis tersebut harus disetorkan pada Juli 2017.
Pemerintah dan DJP semestinya memanfaatkan Akasia, Akrab, dan momentum AEoI untuk menjaring lebih banyak partisipan amnesti pajak sekaligus melacak data wajib pajak yang bandel. Dengan tiga senjata itu, otoritas pajak akan memiliki wewenang lebih luas dalam memeriksa data keuangan para WP, seperti rekening tabungan, deposito, hingga transaksi penting lain.
Karena itu, wajib pajak jangan tunggu pemerintah dan aparat pajak habis kesabaran dengan bertindak lebih represif. Terlebih lagi, upaya pelacakan data wajib pajak ini bakal didukung penuh oleh Kepolisian Republik Indonesia.
Sumber : id.beritasatu.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan