
Rencana pemerintah menerbitkan lagi program tax amnesty dipertanyakan urgensinya. Menurut Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah, bila disahkan, maka bakal lebih banyak mudaratnya buat negara ketimbang keuntungan yang ingin dicapai dari program pengampunan pajak tersebut.
“Lebih banyak mudaratnya apalagi dilakukan di tengah pandemi sekarang ini. Tujuannya mau apa sih? Tidak ada satu alasan yang cukup kuat untuk melakukan tax amnesty itu,” ujar Piter kepada detikcom, Kamis (27/5/2021).
Piter menjelaskan beberapa mudarat yang dimaksud. Pertama, bisa membuat wajib pajak terutama kalangan atas semakin tidak patuh pajak.
“Secara teori, secara konsep, tax amnesty itu diberlakukan hanya sekali seumur hidup, jadi pengusaha itu hanya punya kesempatan diampuni itu cuma sekali dalam seumur hidupnya dia. Sekali itu dalam kurun waktu yang panjang 20-30 tahun baru diberikan. Bukan 2-3 tahun terus diberikan lagi. Kenapa? Karena ini untuk menghindari moral hazard. Jadi tax amnesty itu kan tujuannya untuk meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak kalau diberikan berulang nanti menimbulkan moral hazard. Ngapain saya patuh saya tunggu aja tax amnesty selanjutnya,” tuturnya.
Dampak buruk lain yang ditimbulkan dari rencana ini adalah menjatuhkan kredibilitas pemerintah itu sendiri. Mengingat pada peluncuran tax amnesty jilid I lalu pemerintah telah berjanji hanya akan mengeluarkan pengumpunan pajak satu kali saja.
“Jadi yang dilakukan dengan tax amnesty II ini adalah mengingkari apa yang disampaikan di tax amnesty I,” sambungnya.
Hal serupa disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Program pengampunan pajak yang dikeluarkan di tengah pandemi ini tak akan membantu apa-apa soal penambahan rasio penerimaan pajak negara.
“Rasio pajak bukan naik paska tax amnesty, justru menurun. Tingkat kepatuhan pajak khususnya kelompok atas juga rendah karena berharap ada tax amnesty berikutnya dalam waktu yang dekat,” kata Bhima.
Meski tidak ada aturan pasti yang bisa membatasi pemerintah mengeluarkan tax amnesty, akan tetapi ada baiknya sebelum mengeluarkan rencana itu dipertimbangkan pula bagaimana negara lain mengimplementasikan kebijakan tersebut dan dampaknya ke ekonomi.
“Tidak ada secara regulasi, tapi best practice di negara lain dan dampak ke ekonomi yang harusnya jadi pertimbangan utama. Karena tax amnesty ini kan pemerintah yang mengusulkan, jadi regulasi pastinya menyesuaikan pemerintah,” ucap Bhima.
Bhima mengajak publik dan akademi kompak menolak rencana tersebut. Sebab kalau dibiarkan bisa-bisa dalam waktu singkat bakal muncul lagi tax amnesty jilid III.
“Itulah kenapa publik dan akademisi harus menolak adanya tax amnesty jilid kedua, karena regulasi pajak tidak bisa sesuka hati pemerintah,” imbaunya.
“Saya prediksi dengan narasi penerimaan pajak sedang turun pasti ada tax amnesty jilid 3 hingga seterusnya,” tambahnya.
Sumber: detik
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Artikel
Tinggalkan Balasan