JAKARTA – Yayasan Satu Keadilan (YSK) memandang Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) tidak tepat diberlakukan bagi para pengemplang pajak. Seharusnya para pengemplang pajak tersebut dipidanakan bukannya malah diberi ‘karpet merah’ untuk diampunkan pajak yang selama ini sengaja diparkir di luar negeri.
“Seharusnya penjarakan pelakunya dan sita harta kekayaannya, bukannya menggelar karpet merah seolah-olah mereka warga negara yang baik dan berjasa bagi negara,” kata Ketua YSK Sugeng Teguh Santoso di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Keringanan berupa uang tebusan dengan tarif ringan bagi pengemplang pajak, kata dia, merupakan sebuah ironi. Apalagi mengingat Undang-Undang (UU) adalah produk hukum.
“Inti dari sebuah produk hukum adalah menciptakan efek jera bagi pelaku dan menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak mencoba-coba melanggar hukum,” kata dia.
“Bahwa UU Tax Amnesty memberikan keringanan bagi pengemplang pajak, jelas sebuah ironi hukum di sebuah negara yang menyatakan diri berlandaskan hukum,” sambungnya.
Sekadar informasi, Yayasan Satu Keadilan (YSK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga negara resmi menggugat Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ke Mahkamah Konstitusi pada pagi tadi.
Gugatan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua YSK Sugeng Teguh Santoso sebagai perwakilan seluruh pihak tersebut untuk menyampaikan gugatan ke MK. Gugatan tersebut berbentuk permohonan uji materi atau pemeriksaan (judicial review) atas UU nomor 11 tahun 2016 mengenai UU Tax Amnesty.
Setidaknya ada 11 pasal yang digugat dan harus diuji atau judicial review antara lain pasal 1 ayat (1) dan (7), pasal 3 ayat (1), (3) dan (5), pasal 4, pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 19, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.
Sumber: okezone.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan