Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) telah menyampaikan pandangannya kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, terkait program tax amnesty atau pengampunan pajak. Khususnya, potensi tax amnesty terhadap para notaris.
Pandangan itu disampaikan PP INI pada Rabu (23/11/2016) di ruang rapat Menteri Keuangan. Menurut Ketua Umum PP-INI, Yualita Widyadhari, pihaknya sangat mendukung program tax amnesty dan telah mengimbau seluruh anggotanya untuk dapat memanfaatkan program tersebut.
Sehubungan dengan pernyataan Menteri Keuangan mengenai potensi tax amnesty terhadap profesi yang terbit di media massa, PP-INI menjelaskan, notaris adalah pejabat umum dan berbeda dengan profesi bidang hukum lainnya, di mana honorarium Notaris telah diatur oleh Undang-Undang. Dijelaskan pula bahwa pada kondisi saat ini, tidak sedikit Notaris yang kesulitan mendapatkan klien dan akhirnya menutup kantor.
“Oleh karena itu penempatan Notaris sebagai target potensi tax amnesty yang persentasenya jauh lebih tinggi dari pengacara atau profesi lainnya adalah tidak tepat,” ujar Yualita dalam keterangan tertulis kepada detikFinance, Sabtu (26/11/2016).
Namun, untuk membantu kelancaran tax amnesty, PP-INI menyampaikan 5 hal berikut ini:
Pertama, meminta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menetapkan Akta Penyerahan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yang dibuat Notaris untuk dapat diterima oleh seluruh Kantor Pertanahan sebagai dasar perubahan data dalam sertifikat sehubungan dengan penyelesaian peralihan hak atas tanah dan atau bangunan karena pemanfaatan tax amnesty.
Kedua, PP-INI memahami dasar penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Otoritas Jasa Keuangan. Namun, PP-INI meminta agar dilakukan perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2014 tersebut karena kurang tepat apabila pungutan tersebut dibebankan kepada seluruh Notaris yang telah terdaftar di Pasar Modal, namun tidak membuat Akta Pasar Modal.
“Seyogyanya pungutan hanya diberikan kepada Notaris pembuat Akta Pasar Modal dengan besaran proporsional,” tutur Yualita.
Ketiga, sehubungan telah berlakunya PP Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya, PP-INI mengusulkan agar proses penelitian Surat Setoran Pajak atas Pajak Penghasilan dapat dipermudah dan dipercepat oleh Kantor Pelayanan Pajak. Selain itu, meminta kepada Dirjen Pajak menerbitkan edaran kepada seluruh petugas di Kantor Pelayanan Pajak untuk memberikan standar pelayanan termasuk persyaratan dokumen yang sama dalam proses penelitian tersebut.
Keempat, PP-INI meminta agar Surat Edaran Nomor 20 Tahun 2015 tentang Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan Karena Warisan, yang mencantumkan syarat bahwa SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan hanya diberikan apabila tanah dan/atau bangunan yang menjadi obyek pewarisan telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pewaris, dicabut. Karena, bertentangan dengan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Kelima, PP-INI menyampaikan pernyataan sikap terhadap pemberantasan pungli dan mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah terhadap hal tersebut. Namun PP-INI meminta diterbitkan kebijakan-kebijakan yang tepat dan juga melindungi Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai Pejabat Umum.
Sumber: DETIK
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan