
Pada tahun 2020, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai sebesar Rp 1.404 triliun atau terkontraksi sebesar 9,2% dibandingkan tahun 2019.
Penurunan kinerja penerimaan perpajakan ini merupakan dampak pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 yang menyebabkan perlambatan baik di sisi perekonomian global maupun domestik.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada menurunnya penerimaan perpajakan, khususnya penerimaan yang berkaitan dengan dunia usaha dan aktivitas perdagangan internasional khususnya aktivitas ekspor impor.
Dalam Nota Keuangan 2021 & RAPBN seperti dikutip CNBC Indonesia, Selasa (18/8/2020), dalam rangka merespons ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 di tahun 2020 tersebut, Pemerintah melakukan langkah-langkah yang luar biasa termasuk di bidang perpajakan dalam penanganan Covid-19 sekaligus akselerasi pemulihan sosial-ekonomi.
Kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan ini memberikan dukungan baik untuk dukungan kesehatan, social safety net, maupun dunia usaha termasuk UMKM.
Dukungan kesehatan dilakukan terutama melalui pemberian insentif pajak penghasilan terkait honor tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19 serta pemberian fasilitas perpajakan untuk pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan. Dalam rangka memberikan dukungan terhadap dunia usaha, insentif perpajakan diberikan baik melalui insentif pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, kepabeanan dan cukai, serta relaksasi prosedural.
Untuk mengurangi dampak fiskal akibat Covid-19 yang dialami oleh penerimaan perpajakan, Pemerintah terus berupaya untuk melakukan optimalisasi penerimaan perpajakan.
Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah antara lain dengan melakukan upaya perluasan basis perpajakan dan perbaikan administrasi perpajakan.
“Sebagai tahap awal upaya perluasaan basis perpajakan, Pemerintah akan memungut pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau yang lebih popular dengan sebutan e-commerce. Dalam beberapa tahun terakhir, transaksi online berkembang begitu cepat dan berpotensi menggantikan pasar konvensional,” tulis Nota Keuangan tersebut.
Untuk itu, pemajakan atas PMSE diharapkan mampu menjadi sumber penting pendapatan negara mengingat nilai transaksinya yang besar di masa yang akan datang. Selain itu, upaya ekstensifikasi juga dilakukan melalui ekstensifikasi wajib pajak (WP) baru berbasis sektor dan kewilayahan.
“Upaya meningkatkan kepatuhan sukarela WP melalui edukasi secara efektif dan peningkatan pelayanan, termasuk terhadap golongan High Net Worth Individual (HNWI), juga terus dilakukan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan,” katanya.
Selanjutnya, Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola dan administrasi perpajakan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, penggunaan cara-cara baru yang lebih efisien dalam pelayanan perpajakan tentu harus segera dimulai.
“Untuk itu, perbaikan proses bisnis, teknologi informasi, database (core tax), organisasi, dan SDM merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang terus dilakukan. Langkah-langkah tersebut diharapkan mampu membawa perubahan terhadap penerimaan perpajakan Indonesia ke arah yang lebih baik.”
Langkah Jitu Sri Mulyani & Jokowi
Kebijakan di sektor perpajakan di tengah pandemi ini dapat suara positif. Kebijakan insentif pajak perlu dilakukan untuk membantu likuiditas wajib pajak badan maupun perorangan.
“Insentif pajak akan sangat membantu kalangan dunia usaha yang saat ini sedang kesulitan cash flow, sehingga mencegah terjadinya PHK. Insentif juga bisa diarahkan untuk membantu pendapatan wajib pajak perorangan yang sedang tertekan,” jelas Ichwan Sukardi, Head of Tax RSM Indonesia.
Lebih lanjut Ichwan menambahkan, pemerintah perlu terus memonitor kebijakan penurunan tarif PPh badan, yang untuk tahun 2020 dan 2021 turun dari 25% menjadi 22%, dan diturunkan kembali menjadi 20% untuk tahun 2022 dan seterusnya. Khusus PPh badan perusahaan go public bisa diturunkan lagi sebesar 3% menjadi 19% dan 17%.
Menurut Ichwan, dalam kajian OECD Corporate Tax Statistic Juli 2020, banyak negara terus menurunkan tarif PPh badan. Saat ini rata-rata tarif PPh badan dari 109 negara anggota OECD adalah 20,6% dari tahun 2000 sebesar 28%. Selain itu terdapat 88 negara OECD yang menurunkan tarif PPh badan. Jumlah negara yang menerapkan tarif PPh badan 10-20% bertambah dari 7 negara menjadi 28 negara. Selain itu kompetisi penurunan tariff PPh Badan pada Negara-negara ASEAN juga harus dipertimbangkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato nota keuangan dan RAPBN 2021. Untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5%, dengan ditopang defisit anggaran sebesar 5,5% dari PDB atau sebesar Rp 971,2 triliun. Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34% dari PDB atau sebesar Rp 1.039,2 triliun.
Adapun target penerimaan pajak pada tahun depan ditargetkan sebesar Rp 1.268,5 triliun, yang disumbangkan oleh pajak penghasilan sebesar Rp 699,9 triliun, pajak pertambahan nilai Rp 546,1 triliun.
Beberapa insentif yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2020 adalah PPh 21 ditanggung pemerintah, PPh final UMKM ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran pajak PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, fasilitas bea masuk, serta pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang.
Pemerintah juga mengalokasikan insentif bagi dunia usaha sebesar Rp 120,6 triliun, di mana sebesar Rp 20,4 triliun berupa pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, dan pengembalian pendahuluan PPN.
Insentif pajak yang ditawarkan pemerintah saat ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi ke tingkatan yang diharapkan lebih baik pada tahun 2020 ini dan juga dalam asumsi RAPBN 2021. Langkah awal adalah memperpanjang masa pemberian insentif, yang sudah dilakukan dari bulan September ke bulan Desember 2020 seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 86 tahun 2020.
Langkah ini sangat membantu para wajib pajak, namun Ichwan memberikan catatan agar pemerintah dapat secara mendalam mempertimbangkan kembali waktu pemberian insentif. Pemerintah diharapkan tidak ragu untuk memperpanjang periode insentif ini jika memang pada akhir periode Desember 2020 ini, dipandang masih diperlukan.
Selain itu, Ichwan juga menambahkan perlu juga dilihat kembali sektor usaha yang mendapat insentif ini untuk memastikan bahwa terdapat keadilan bagi semua wajib pajak yang pada akhirnya tujuan pemulihan ekonomi ini dapat segera tercapai.
Ichwan sangat mendukung beberapa terobosan kebijakan yang dicanangkan pemerintah untuk mendukung tercapainya penerimaan pajak pada tahun 2021 nanti, selain insentif pajak, penyempurnaan aturan pajak yang mendukung pemulihan ekonomi juga sangat dibutuhkan. Perluasan basis pajak melalui sektor digital ekonomi diharapkan bisa menjadi penambah penerimaan pajak – namun demikian Ichwan mencatat bahwa khusus untuk PPh, tampaknya pemerintah memang harus masih menunggu hingga pemajakan sektor ini mencapai konsensus global, yang mungkin baru bisa dicapai akhir tahun ini atau awal 2021.
Sumber: pemeriksaanpajak.com
http://www.pengampunanpajak.com
Kategori:berita pajak
Tinggalkan Balasan