“Berat untuk naik lagi,” kata Pengamat Pajak dari CITA Yustinus Prastowo kepada detikFinance, Sabtu (17/12/2016).
Awalnya pemerintah cukup yakin bahwa peserta periode kedua akan lebih besar. Keyakinan tersebut tidak juga salah, mengingat potensi wajib pajak yang belum mengikuti tax amnesty masih sangat besar.
Apalagi batas waktu pada periode I memang sangat sempit. Sehingga diharapkan memang bisa muncul di periode II yang berakhir pada 31 Desember 2016.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Pengamat Pajak dari DDTC, Darussalam. Dengan kondisi sekarang, yang dapat menjadi tolok ukur keberhasilan adalah jumlah peserta.
“Jadi tolok ukurnya di periode kedua dan ketiga adalah jumlah peserta tax amnesty bukan besarnya uang tebusan dan dana repatriasi,” terang Darussalam kepada detikFinance.
Pentingnya peserta dikarenakan sebagai basis data bagi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk meningkatkan penerimaan ke depannya.
“Fokus di periode kedua dan ketiga hendaknya memperbanyak jumlah wajib pajak yang ikut tax amnesty mengingat tujuan utama tax amnesty adalah pengumpulan basis data untuk menjamin penerimaan jangkan panjang yang berkesinambungan. Jadi tidak semata-mata hanya kepada penerimaan uang tebusan dan repatriasi saja,” paparnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 14 Desember 2016, realisasi berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) yang disampaikan peserta, untuk harta yang dideklarasikan berjumlah Rp 4.003,2 triliun dari 502.091 SPH.
Sedangkan tebusan yang sudah masuk adalah Rp 95,7 triliun. Tebusan langsung tercatat sebagai tambahan penerimaan negara.
Sementara itu, realisasi berdasarkan SSP yang diterima, untuk uang tebusan dari pasal 8(3)b UU pengampunan pajak adalah Rp 96,2 triliun. Kemudian pembayaran tunggakan pajak adalah Rp 3,06 triliun. Sehingga totalnya Rp 99,8 triliun.
Kategori:Pengampunan Pajak
Tinggalkan Balasan